Terjemah Safinah Fasal Hukum Niat – Dalam pasal ini mushannif akan menjelaskan tentang pengertian niat, hukum niat, tujuan niat, hakikat, syarat niat dan beberapa 犀利士
hal yang berkaitan dengan niat.
Terjemah Safinah Fasal Hukum Niat
Hukum-hukum niat ada 7 (tujuh), tetapi Syeh Salim bin Sumair al-Khadromi hanya menyebutkan 3 saja.
Beliau berkata;
Hakikat Niat
Pengertian niat menurut istilah adalah menyengaja sesuatu bersamaan dengan melakukannya. Apabila menyengaja melakukan sesuatu, tetapi akan dilakukan di masa mendatang, maka namanya adalah ‘azm, bukan niat.
Adapun niat menurut bahasa berarti mutlak menyengaja perbuatan, baik penyengajaannya bersamaan dengan melakukan perbuatan itu atau tidak.
Tempat Niat
Tempat niat adalah dalam hati. Sedangkan melafadzkan atau mengucapkan niat adalah sunnah. Tujuannya agar lisan dapat membantu hati.
Kata ” QOLBU ” yang berarti hati bisa disebut dengan Qolbu karena terbolak-baliknya hati dalam segala macam perkara atau urusan. Atau karena “QOLBU” atau hati diletakkan oleh Allah dalam tubuh dengan posisi terbalik, seperti gumpalan gula.
Waktu Niat
Waktu untuk melakukan niat dalam wudhu adalah ketika membasuh bagian pertama dari wajah.
Ini adalah pernyataan sebagian ulama yang menyamakan waktu niat dalam wudhu dengan mengutamakan kata membasuh dan mengakhiri kata pertama kali.
Pernyataan ini merupakan pernyataan yang disetujui Syeh Syarqowi karena melihat pengertian bahwa yang wajib adalah mencantumkan niat bersamaan dengan melakukan perbuatan.
Ulama lain menyamakannya dengan sebaliknya, sehingga keterangannya adalah “ketika pertama kali membasuh sebagian muka”.
Pernyataan ini diamini Syekh Baijuri karena melihat sisi pemahaman bahwa intinya adalah memasukkan niat dengan wudhu.
Tidak cukup mencantumkan niat wudhu bersamaan dengan membasuh kedua telapak tangan, berkumur, menghirup air ke dalam hidung.
Waktu niat selain wudhu adalah pada awal ibadah kecuali pada saat puasa. Karena niat puasa dilakukan sebelum melakukan puasa itu sendiri, alasannya sulit untuk mengetahui secara pasti terbitnya fajar.
Baca juga: Niat puasa ramadhan
Menurut pendapat shohih, niat dalam puasa disebut ‘azm yang menempati posisi niat.
Hukum Niat
Adapun hukum niat pada umumnya adalah wajib. Terkadang juga sunah, seperti berniat memandikan mayit.
Cara Niat
Tata cara niat adalah sesuai dengan apa yang diniatkan, seperti; niat sholat, niat puasa, dan sebagainya.
Syarat Niat
Syarat niat adalah bahwa orang yang berniat beragama Islam, tamyiz, mengetahui apa yang ia maksud, tidak melakukan perkara yang dapat merusak niat, tidak menggantungkan (ta’liq) niat, misalnya ia berkata, “Apabila Allah berkehendak maka saya berniat (misal) menghilangkan hadas…”
Apabila ia menyengaja ta’liq atau memutlakkan maka niatnya tidak sah. Adapun apabila tujuannya tabarrukan atau mengharap barokah maka niatnya sah.
Tujuan Niat
Tujuan niat adalah untuk membedakan antara ibadah dan kebiasaan. Seperti membedakan antara duduk di masjid karena tujuan i’tikaf dengan tujuan beristirahat.
Atau untuk membedakan tingkatan ibadah. Seperti niat melakukan mandi junub (wajib) atau mandi sunah.
Pengertian Tertib
Syeh Salim bin Sumair al-Khadromi berkata dalam mendefinisikannya;
والترتيب أن لا يقدم عضوا على عضو
Tertib adalah tidak mendahulukan anggota tubuh yang seharusnya diakhirkan dari anggota tubuh yang seharusnya didahulukan.
Maksudnya, pengertian tertib adalah meletakkan setiap sesuatu sesuai dengan tingkatannya.
(Misalnya apabila seseorang berwudhu dengan membasuh kedua tangannya terlebih dahulu, kemudian ia baru membasuh wajah maka ia tidak tertib).
Syeh al-Hisni berkata, Kewajiban tertib dalam wudhu adalah berdasarkan ayat al-Quran Surat al-Maidah ayat 6.
Yaitu apabila kita mengatakan bahwa huruf athaf wawu dalam ayat tersebut berfaedah tertib.
Jika tidak dengan perkiraan seperti ini, maka berdasarkan perbuatan dan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Karena nabi selalu berwudhu secara tertib.
Dan setelah itu beliau bersabda, “Ini adalah wudhu yang Allah tidak akan menerima sholat kecuali dengan wudhu,” yang sama seperti ini. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari.”