Ketika kemarau panjang, ladang, kebun dan menjadi kering. Sumber air pun tidak lagi mengalirkan air. Saat kondisi itulah ummat muslim sunnah untuk melaksanakan shalat istisqa, yakni shalat agar turun hujan. Mushanif kitab fathul qorib menjelaskan aturan dan cara melaksanakan shalat istisqa. Berikut adalah terjemah fathul qorib fasal shalat istisqa.
Terjemah Fathul Qorib Fasal Shalat Istisqa
FASAL : Membicarakan tentang beberapa hukum menjalankan shalat Istisqa. Yakni shalat untuk memohon hujan dari Allah Ta’ala.
Shalat Istisqa hukumnya adalah sunnah bagi orang yang muqim, dan (juga) bagi orang yang bepergian ketika membutuhkan, sebab terputusnya hujan sumber air, dll.
Boleh mengulangi shalat istisqa untuk yang kedua kalinya dan lebih banyak lagi, jika mereka belum juga turun hujan sampai Allah mengaruniai mereka hujan.
Maka bagi imam dan orang yang sepadan dengannya, sunnah memerintahkan kepada masyarakatnya supaya bertaubat; dan bagi mereka harus taat mengikuti perintahnya sebagaimana fatwa imam Nawawi.
Dan (sebenarnya) bertaubat dari dosa itu hukumnya wajib, baik mendapat perintah dari imam untuk bertaubat atau tidak.
Imam juga harus memerintahkan (kepada rakyat) untuk bersedekah dan keluar (menghentikan diri) dari berbagai perbuatan dzalim (durhaka) kepada sesama hamba (manusia).
Dan supaya berdamai (bersikap baik) terhadap musuh-musuhnya.
Dan berpuasa selama tiga hari sebelum (tibanya) hari ketentuan untuk keluar (rumah menuju tempat shalat). Jadi puasanya adalah 4 hari (termasuk hari keluar)
Kemudian pada hari yang keempat, imam beserta mereka (anggota jamaah) keluar dalam keadaan berpuasa, tidak memakai wangi-wangian dan tidak (pula) berdandan.
Tetapi mereka hendaknya menggunakan pakaian sehari-hari, yakni pakaian yang biasa dipakai waktu bekerja (baju gelangsaran, bhs jawa). Dan (pula) bersikap khusyu’, tunduk merendahkan diri dan merasa hina.
Hendaknya mereka keluar (pula) bersama sama anak-anak kecil, orang-orang yang sudah tua dan orang yang sudah sangat tua (sudah ringkih), dan (juga) bersama binatang piaraannya.
Imam atau penggantinya tadi bersama mereka (anggota jama’ah) melakukan shalat sebanyak dua rakaat.
Tata cara shalat istisqa
Tata cara shalat istisqa sama dengan shalat idul fitri dan adha.
Yaitu seperti membaca do’a Iftitah, membaca do’a Ta’awwudz dan bertakbir 7 kali pada rakaat yang pertama, dan bertakbir 5 kali pada rakaat yang kedua dengan mengangkat kedua tangannya.
Kemudian imam sunnah berkhuthbah sebanyak dua kali, seperti halnya dua khutbah idul fitri dan adha, dalam hal rukun rukun dan yang lainnya. Hanya saja imam beristighfar: dalam kedua khuthbahnya, sebagai ganti dari takbir yang terdapat pada permulaan dua khutbah dua Hari Raya.
Maka karena itu, imam memulai khuthbahnya yang pertama dengan membaca Istighfar sebanyak 9 kali, sedang khuthbah yang kedua (membaca Istighfar) sebanyak 7 kali.
Bentuk ungkapan Istighfar adalah : (sebagaimana tertera).
Artinya: “Aku memohon ampunan (atas segala dosa) kepada Allah yang Maha Agung, yang Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri. Dan kepadaNyalah aku bertaubat”.
Kedua khuthbah tadi (dilaksanakan) setelah shalat dua rakaat.
Dan seorang khatib memindahkan selendangnya, Yaitu menjadikan selendang bagian kanan ke (tempat) selindang bagian kiri, Dan bagian atas selindang dijadikan ke (tempat) bagian bawah selindang.
(demikian pula) orang-orang lain, mereka hendaknya memindah selendang mereka seperti halnya seorang khatib yang telah memindahkan selendangnya.
Dan imam yang berkhuthbah tadi, hendaknya memperbanyak berdo’a, dengan (suara) pelan dan (sesekali) dengan (nada suara) yang keras.
Kemudian, ketika seorang khatib tadi merendahkan suaranya, maka para jama’ah pun merendahkan (suaranya) dalam berdo’a.
Dan ketika khatib mengeraskan (suaranya), maka hendaknya mereka (menyambut) dengan membaca “amiin” atas do’a khatib tersebut.
Dan khatib tersebut hendaknya memperbanyak membaca Istighfar dan membaca firman Allah Ta‘ala (sebagaimana yang tertera).
Artinya : “Memohon ampunlah kamu semua kepada Tuhanmu. Dialah sesungguhnya yang Maha Pengampun. Yang Menurunkan hujan (dari) langit buat kamu semua dengan hujan yang deras”.
Doa meminta hujan
Pada sebagian redaksi kitab matan, terdapat tambahan keterangan yaitu :
Dan hendaklah khatib itu berdo’a (sewaktu khuthbah yang pertama) dengan do’a Rasulullah saw. (yang berbunyi sebagaimana tertera)
Artinya : Ya Allah jadikanlah hujan itu sebagai rahmat dan jangan Engkau jadikan hujan itu hujan yang membawa bencana. Dan bukan yang membinasakan, dan bukan yang membawa marabahaya, bukan yang merobohkan dan bukan pula yang menenggelamkan.
Ya Allah, jadikanlah hujan itu turun di gunung-gunung kecil (daerah pegunungan) dan daerah dataran tinggi, dan juga tempat-tempat tumbuhnya pohon-pohonan dan bagian dalamnya beberapa jurang.
Allahuma Ya Allah, turunkanlah hujan itu di sekitar kami, dan bukan (hanya) di bagian atas (rumah) kami saja.
Allahuma ya Allah, guyurlah kami, hujan yang deras, menyenangkan, menyegarkan, bertambah banyak yang mengalir, yang merata. Yang melimpah-limpah, yang menutup permukaan tanah, merata di seluruh permukaan tanah lagi lestari hingga sampan hari Qiyamat.
Ya Allah, guyurlah kami hujan, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang -orang yang putus asa akan rahmatMu.
Ya Allah, sesungguhnya hamba-hamba(Mu) dan negeri ini, dalam keadaan payah dan lapar, lagi krisis pangan, hanya Engkau-lah tempat kami mengadu.
Allahuma ya Allah, tumbuhkanlah buat kami tanaman, dan suburkanlah buat kami susu (binatang), dan turunkanlah pada diri kami beberapa berkah dari langit. Tumbuhkanlah buat kami beberapa berkah dari bumi, dan lenyapkanlah dari diri kami, marabahaya, tiada yang mampu melenyapkannya melainkan Engkau.
Ya Allah, kami mohon ampunan kepada-Mu, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun. Maka turunkanlah pada karni, hujan yang deras”. Dan hendaknya sama-sama mandi di lembah, ketika air (hujan itu) sudah mengalir (di situ).
Dan membaca tasbih karena ada (bunyi) petir dan kilat. Usailah sudah tambahan keterangan kitab matan tersebut. Tambahan keterangan itu, karena amat panjangnya, menjadikan tidak sesuai dengan keadaan kitab matan yang mestinya ringkas. Allah adalah yang Maha Mengetahui.