Haji adalah rukun islam yang kelima. Ibadah haji wajib bagi mereka yang sudah memenuhi syarat haji. Dalam kitab fathul qorib, Abu Syuja menjelaskan haji. Dari mulai syarat wajib haji, syarat sah haji, rukun haji, wajib haji dan lain-lain seputar ibadah haji. Berikut adalah terjemah fathul qorib kitab haji.
Terjemah Fathul Qorib Kitab Haji
Haji menurut bahasa adalah suatu tujuan. Sementara menurut syara adalah pergi menuju ke Baitullah untuk menunaikan ibadah.
Syarat wajib haji ada 7 perkara – sebagian redaksi kitab lain, menggunakan kata-kata “ada tujuh khashlah (hal)” yaitu sebagai berikut: Pertama, Islam. Kedua, baligh. Ketiga, berakal sehat. Keempat, merdeka.
Kelima, ada bekal. Adanya untuk pergi haji dan (juga) perabot (sarana dan prasarananya) jika memang dibutuhkan. Terkadang perabot itu tidak dibutuhkan bagi orang yang (berasal) dekat dari Makkah. Dan juga harus ada air di beberapa tempat yang biasanya (dibutuhkan) membawa air dari tempat tersebut, dengan harga yang umum (standar).
Keenam, harus ada kendaraan yang layak untuk pergi haji, (baik) dengan cara beli atau menyewanya. Demikian ini apabila ia berada pada suatu tempat yang jauh (dua marhalah) dari kota makkah. Baik ia mampu pergi dengan berjalan kaki atau tdak mampu.
Jika jarak ke kota mekah kurang 2 marhalah, sementara dia adalah orang yang kuat berjalan kaki, maka wajib baginya pergi haji tanpa menggunakan kendaraan.
Syarat bekal untuk pergi haji yaitu sudah (cukup untuk membayar) hutangnya dan biaya orang yang menjadi tanggung jawab nya, selama masa keberangkatannya dan sekembalinya (tanah air).
Syarat harus melebihi dari (biaya) rumah tempat tinggalnya yang layak untuk dirinya, dan (juga) melebihi dari (biaya) seorang budak.
Ketujuh, tidak ada hambatan (serius) di jalan. Maksud hambatan adalah kondisi aman dan terjamin menurut perkiraan, yaitu, seperti dengan memperhitungkan hal-hal (segala kemungkinan) yang muncul pada setiap tempat.
Maka oleh karena itu, apabila ia merasa tidak aman atas keselamatan dirinya, hartanya, atau barang (bawaan) nya, maka tidak wajib menunaikan ibadah haji.
Dan kata-kata mushannif “dan memungkinkan melaksanakan suatu perjalanan” itu tetap disebut (sebagai syarat). Keterangan sebagian redaksi kitab lain.
Maksud ungkapan “memungkinkan menunaikannya” adalah masih adanya masa (kesempatan) yang memungkinkan untuk melaksanakan perjalanan (dengan cara) yang wajar. menuju ke (tempat) ibadah haji, setelah tersedianya bekal dan kendaraan.
Rukun Haji
Rukun Haji ada 4
Pertama, Melaksanakan Ihram serta niat. Yakni, niat masuk melaksanakan ibadah haji.
Kedua, menunaikan Wuquf di Arafah. Maksudnya ia hadir dalam masa sebentar setelah condongnya matahari yaitu hari ke-9 bulan Dzulhijah. Dengan syarat ia sudah memenuhi ketentuan wajib ibadah, bukan orang yang sedang sakit ayan.
Waktu menunaikan wuquf tersebut berlangsung terus hingga sampai saat fajar pada hari penyembelihan hewan Qurban tanggal 10 dari bulan Dzulhijah.
Ketiga, Menunarkan Thawaf sebanyak 7 kali putaran.
Saat mengerjakan thawaf ia harus menjadikan (posisi) Baitullah dari berada disebelah kirinya. Ia juga memulai tawaf dari Hajar Aswad. Seandainya ia tidak memulainya dari Hajar Aswad, maka putaran tersebut belum terhitung sah.
Keempat, Sa’i (lari santai) antara Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali. Syarat mengerjakan Sa’i adalah ia start dari bukit Shafa dan finis di bukit Marwah. Berjalannya ia dari Shafa menuju ke Marwah itu terhitung satu kali, begitu juga dari marwah ke shafa terhitung satu kali.
Shafa dengan dibaca pendek, artinya adalah bagian pinggir (lereng) bukit Abi Qubarsy
Marwah dengan dibaca fathah huruf ‘mim-nya” adalah sebuah nama untuk suatu tempat yang sudah terkenal di kota Makkah.
Masih ada sebagian dari rukun Haji yaitu, mencukur atau menggundul rambut: (hal itu) jika masing-masing dari dua hal tadi diadikan sebagai (rangkaian) ibadah Haji dan itu merupakan pendapat yang masyhur.
Dengan demikian, apabila kami berpendapat bahwa mencukur adalah sebagai upaya untuk memperbolehkan hal yang dilarang saat ihram, maka mencukur bukan termasuk rukun Haji.
Wajib mendahulukan Ihram dari seluruh rukun-rukun lain.
Rukun Umrah
Rukun umrah ada tiga sebagaimana terdapat dalam sebagian redaksi kitab lain -dan dalam sebagian redaksi kitab terdapat keterangan, (bahwa rukun Umrah ) ada empat. Pertama, Ihram. Kedua, Tawaf. Ketiga, sa’i. Keempat, mencukur rambut.
Dan ini adalah pendapat yang Rajih (lebih unggul) sebagaimana keterangan yang baru saja lewat. Apabila tidak berpegang pada pendapat yang cenderung mengatakan sebagai rangkaian ibadah haji maka menggundul dan menggunting rambut itu adalah bukan termasuk rukun umrah.
terjemah fathul qorib kitab haji
Wajib Haji
Wajib haji – Adapun beberapa kewajiban saat beribadah haji ada 3 perkara. Pertama, Mengerjakan Ihram dari miqat (batas ketentuan saat mulai niat ibadah). baik miqat zamani (batas waktu) atau miqat makani (batas tempat).
Dalam ibadah Haji, miqat zamani adalah bulan Syawwal, Dzulqa’dah dan 10 malam dari bulan Dzulhijah. Adapun (miqat zamani) Umrah adalah sepanjang tahun.
Dan (ketentuan) miqat makani (batas yang berkaitan dengan tempat) untuk niat haji adalah:
a. bagi hak orang yang bermukim (menetap) di makah adalah kota Makkah itu sendiri. Baik orang itu penduduk asli Makkah atau orang perantauan.
b. bagi yang (datang) dari arah kota Madinah, maka miqatnya adalah berada di (daerah) Dzul Hulaifah.
c. Yang (datang) dari arah negeri Syam (Syiria), Mesir dan Maghribi, maka miqat nya adalah di (daerah) Juhfah.
d. Orang yang (datang) dari arah Yaman. maka miqatnya berada di (daerah) Yalamlam.
e. Yang (datang) dari arah daerah dataran tinggi Hijaz dan Yaman maka miqat adalah berada di Bukit Qaarn.
f. Bagi yang (datang) dari arah negeri Masyriq, maka miqatnya berada di Desa Dzatu ‘Irq.
Kedua, Melempar Jumrah yang tiga macam, dia memulai Jumrah Kubra, kemudian Jumrah Wustha, kemudian Jumrah ‘Aqabah.
Dan hendaknya melempar Jumrah itu sebanyak 7 buah batu kerikil, satu demi satu.
Oleh karena itu, seandainya ada orang yang melempar jumrah dengan dua buah batu kerikil sekaligus, maka hal itu dihitung satu kali.
Dan seandainya orang itu melempar jumrah sebanyak 7 kali menggunakan satu buah batu kerikil, maka lemparan itu sudah dianggap cukup.
Hendaknya benda yang untuk melempar jumrah berupa batu.
Maka, tidak cukup melempar jumrah dengan menggunakan selain batu, seperti mutiara (intan) atau gamping (kapur).
Ketiga, mencukur atau menggunting rambut. Lebih utama bagi orang laki-laki adalah mencukur rambutnya dan bagi orang perempuan menggunting rambut.
Dan (batasan) mencukur rambut itu paling sedikit adalah menghilangkan 3 helai rambut kepala dengan cara mencukur, mencabut, membakar dll.
Bagi mereka yang tidak memiliki rambut (botak). maka sunnah menjalankan pisau cukur (seperti layaknya orang yang sedang mencukur rambut), di atas kepalanya.
Bulu jenggot dan bulu lain nya selain rambut tidak bisa menempati menggantikan mencukur rambut.
Sunnah Haji
Sunnah haji ada 7.
Pertama, melaksanakan haji ifrad. Yaitu mendahulukan ibadah Haji daripada umrah seperti mendahulukan Ihram dengan niat beribadah Haji dari miqatnya. Setelah menyelesaikan ihram haji kemudian ia keluar dari kota Makkah menuju ke tanah halal terdekat. Maka ia kembali lagi untuk ihram dengan niat umrah.
Hendaklah ia menunaikan berbagai amalan saat umrah. Apabila ia ihram umrah kemudian haji, maka itu bukan haji ifrad.
Kedua, membaca Talbiyah. Sunnah memperbanyak membaca talbiah saat ihram.
Sunnah bagi laki-laki (yang ihram) mengeraskan suaranya dengan membaca talbiyah. Lafal (ucapan) talbiyah adalah Labbaika laahumma labbaik, labbaka laa syarika laka labbaik, innal hamda wanni’mata laka walmulka laa syarika laka.
Ketika dia (telah usai baca talbiyah), maka hendaknya membaca shalawat dan berdo’a memohon kepada Allah SWT agar mendapat syurga dan ridhaNya dan agar terpelihara dari api Neraka.
Ketiga Tawaf qudum. Tawaf qudum khusus bagi orang haji yang masuk kota Makkah sebelum mengerjakan Wuquf di Arafah. Sedangkan bagi orang yang umrah ketika dia telah melaksanakan Tawaf untuk Umrah, maka Tawaf Umrah itu sudah mencukupi baginya dari Tawaf qudum.
Keempat Bermalam di Muzdalifah. Bermalam di Muzdalifah termasuk sunnah haji menurut pendapat Imam ar-Rafi’i. Tetapi dalam tambahan keterangan yang terdapat pada kitab Raudhah dan Syarah Muhadzdzab, bahwa bermalam di Muzdalifah itu hukumnya adalah wajib
Kelima, Melaksanakan shalat dua rakaatnya di belakang Maqam Ibrahim.
Saat shalat dua rakaat hendaklah ia memelankan suara bacaannya pada siang hari, dan mengeraskan suara saat malam hari.
Apabila dia tidak sempat shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, maka hendaknya shalat di Hijir Ismail. Bila tidak sempat juga, maka boleh shalat di Masjid dan bila masih juga tidak sempat, maka boleh shalat di tempat yang mana saja dia kehendaki, yaitu bisa di tanah haram dan juga di selain tanah haram.
Keenam, Bermalam di Mina menurut pendapat yang shahih oleh Imam ar-Rafi’i.
Tetapi, Imam an-Nawawi menganggap shahih dalam keterangan tambahannya dalam kitab ‘Raudhah pendapat tentang wajibnya bermalam di Mina.
Ketujuh, Thawaf Wada. Waktu nya saat hendak keluar dari kota Makkah, baik kepergiannya itu (ada rangkaiannya dengan) ibadah haji atau tidak. Baik jarak jauh atau dekat.
Sunnahnya thawaf wada adalah pendapat qaul marjuh.
Tetapi pendapat yang lebih jelas hujjahnya (qaul Adhhar) menetapkan atas wajibnya Thawaf Wada.
Dan bagi laki-laki ketika saat berihram. -sebagaimana keterangan dalam kitab Syarah Muhadzdzab- wajib mengenakan pakaian yang tidak terdapat jahitan, anyaman, dan ikatan.
Dan saat ihram tidak mengenakan pula selain pakaian tersebut, yaitu seperti muzah dan sandal.
Orang yang sedang ihram hendaknya mengenakan kain dan selendang yang kedua-duanya berwarna putih juga masih baru. Jika tidak ada, maka menggunakan kain putih dan bersih (suci).
Demikian terjemah fathul qorib kitab haji. Semoga bermanfaat.