Terjemah Fathul Qorib Fasal Syarat Wajib Shalat Jumat

Diposting pada

Hari jum’at adalah sayyidul ayyam bagi umat muslim. Pada hari tersebut terdapat shalat berjamaah yang paling utama yaitu shalat jumat. Dalam kitab fathul qorib Abu Syuja menjelaskan tentang syarat wajib shalat jumat, rukun dan syarat khutbah jum’at. Berikut adalah terjemah fathul qorib fasal syarat wajib shalat jumat

Terjemah Fathul Qorib Fasal Syarat Wajib Shalat Jumat

terjemah fathul fasal qorib syarat wajib jumat

FASAL Syarat-syarat kewajiban melakukan shalat jumat itu ada tujuh perkara:

  1. Islam
  2. Sudah baligh (dewasa)
  3. Berakal sehat
  4. Merdeka
  5. Laki-laki
  6. Sehat badan/jasmani
  7. Menetap (berdomisili di desa/kota).

Tiga syarat pertama menjadi syarat yang harus terpenuhi bagi shalat selain shalat jumat.

Maka dari itu, shalat jumat tidak wajib bagi orang Kafir yang asli (bukan karena murtad), dan pula bagi seorang anak kecil, orang yang gila, seorang budak, seorang perempuan, orang yang sedang sakit dan yang sepadan dengannya (dari orang-orang yang memiliki udzur) dan orang yang sedang bepergian.

KETERANGAN :

Dari uraian tersebut, kiranya dapat kita simpulkan bahwa “orang” dalam perspektif penyelenggaraan jumatan itu terbagi menjadi enam :

  1. Orang yang wajib jumatan, sah dan bisa mengesahkan berdirinya pelaksanaan jumatan. yaitu orang yang memenuhi ketentuan syarat-syarat jumat di atas.
  2. Orang yang wajib, sah tapi tidak dapat mengeshakan berdirinya pelaksanaan jumatan, yaitu orang yang tidak tercatat penduduk setempat (tempat berdirinya jumatan) bisa jadi orang berstatus mugim atau tetangga Desa.
  3. Orang yang wajib berjumatan tetapi tidak sah dan juga tidak mengesahkan berdirinya pelaksanaan jumatan yaitu orang murtad.
  4. Orang yang tidak wajib, tidak sah juga tidak bisa mengesahkan berdirinya jumatan yaitu orang kafir asli, ghoiru mumayyiz dan orang yag tidak berakal.
  5. Tidak wajib, tidak mengesahkan berdirinya jumatan tetapi sah jumatannya yaitu anak kecil yang sudah tamyiz, hambah sahaya musafir dan wanita.
  6. Orang yang tidak wajib, sah dan mengesahkan berdirinya jumatan yaitu oang sakit dan orang yang mempunyai udzur tidak menjalankan shalat berjama’ah.

Syarat Sah Shalat Jumat

Syarat sah shalat jumat itu ada 3 :

Pertama, Melaksanakan shalat jumat pada tempat tinggal yang menetap, yang mana sejumlah orang-orang yang ikut jumatan itu menetap (berdomisili) di situ, baik tempat tinggal itu berupa sebuah kota dan desa yang sudah dibikin sebagai tempat tinggal (domisili) yang tetap.

Mushannif mengungkapkan mengenai tempat tinggal tersebut dengan ucapannya : “keberadaan tempat tinggal yang menetap tersebut harus berupa sebuah negeri, baik berupa daerah perkotaan atau berupa daerah pedesaan”.

KETERANGAN:

Balad jumat adalah tempat pemukiman ahlul jumat baik berupa balad, qoryah maupun mishir.

Pengertian balad adalah pemukiman yang terdapat salah satu dari hakim syar’i, polisi atau pasar. Goryah adalah pemukiman yang tidak terdapat hakim syari polisi dan pasar.

Mishir adalah pemukiman yang terdapat hakim syari polisi pasar.

Jumatan tidak harus dalam masjid, karena masjid bukan syarat sahnya mendirikan jumatan.

Kedua; Jumlah (yang ikut serta) dalam berjamaah Jumat itu harus mencapai 40 orang laki-laki dari ahli jum’at. Yaitu orang-orang yang sudah mukallaf, laki-laki, merdeka (bukan budak) dan bertempat tinggal tetap, sekira mereka tidak berpindah-pindah dari tempat dimana mereka bertempat tinggal pada waktu hujan dan juga tidak beranjak pindah dari tempat tersebut pada musim kemarau, kecuali karena ada suatu hajat tertentu.

Jumlah Jamaah Shalat Jumat

Dasar penetapan jumlah ini berawal dari sejarah Rasulullah SAW menjalankannya di Madinah tidak pernah kurang dari empat puluh orang.

Dasar lain yang menjadi pertimbangan ialah riwayat Ka’ab bin Malik yang menyatakan orang pertama yang mendirikan jumatan bersama kami di daerah Baqi’ Al Khadimat adalah As’ad bin Zurarah dan pada saat itu kami berjumlah empat puluh orang.

Kerangka pikir dari semua ini mengacu pada keghaliban proses yang ada di dalam ibadah jumat taabbudiy.

Dan empat puluh inilah jumlah minimal yang pernah berlangsung dari Rasulallah.

Karena tidak ada teks nash yang secara tegas menentukan berapa semsestinya jumlah anggota pelaksanya, ulama kemdian berbeda pendapat hingga mencapai 15 qaul :

Cukup dengan satu orang, karena dalam jumatan tidak harus berjama’ah. Ini pendapat dari Ibnu Hazm.
Imam Nakhai berpendapat minimal 2 orang sebagaimana shalat berjamaah.
Abu yusuf mengatakan minimal 3 orang menyertakan imam.
Abu hanifah dan Sufyan Atsauri berpendapat minimal 4 orang menyertakan imam.
Ikrimah mengatakan minimal 7 orang.
Imam Rabi’ah mengatakan minimal 9 orang.
Imam malik berpendapat minimal 12 orang.
Minimal 14 orang Menurut Imam Ishaq.
Ibnu habib dan imam malik dalam satu riwayat menyebutkan minimal 20 orang.
Ibnu habib dan imam malik dalam riwayat lain menyebutkan minimal 30 orang.
Minimal 40 orang. Ini pendapat dari kalangan Imam Syafii yang dari pendapat ashahnya.
Minimal 41 orang. Pendapat lain dari kalangan madzhab Syafi’i. Dan pendapat ini mendapat dukungan dari Umar bin Abdul Aziz.
Imam ahmad dalam satu riwayat mengatakan minimal 50 orang.
Minimal 80 orang. ini sebagai mana yang dihikayatkan Al Maziri.
Dengan jumlah yang dianggap banyak tanpa ada batasan.

Ketiga: Waktu untuk melaksanakan shalat jumat masih tetap berada dalam waktu Dzuhur. Maka, syarat shalat jumat itu secara keseluruhan (pelaksanaan nya) masih dalam waktu Dzuhur.

terjemah fathul fasal qorib syarat wajib shalat jumat

Jadi, seandainya (keadaan) waktu Dzuhur tersebut sudah sempit untuk melaksanakan shalat jumat, misalnya tidak ada sisa waktu yang cukup untuk melaksanakan hal-hal yang mesti harus dikerjakan dalam waktu tersebut, yaitu dua khutbah dan dua rakaat shalat jum’ah, maka shalat jumat tersebut harus dilaksanakan sebagaimana layaknya shalat Dzuhur.

Maka, jika waktu Dzuhur sudah habis secara keseluruhan, baik menurut keyaqinannya atau menurut dugaan saja, sementara mereka sudah dalam pelaksanaan shalat jumat, atau jika pada shalat jumat tersebut tidak memenuhi syarat-syaratnya shalat jumat, maka shalat jumat tersebut harus dilaksanakan sebagai shalat Dzuhur (menjadi 4 rakaat).

Cara nya meneruskan apa yang telah dikerjakan daripada shalat Jumat tersebut (tidak perlu memulainya dari awal dengan niat shalat Dzuhur), dan (secara otomatis) hilang penamaan pelaksanaan shalat Jumat tersebut, baik para jama’ah jumat tersebut sempat menjumpai satu rakaat dari shalat jumat atau tidak.

Dan seandainya para jama’ah itu ragu-ragu tentang habisnya waktu untuk melaksanakan shalat jumat, sementara mereka sudah berada dalam pelaksanaan shalat jumat, maka mereka tetap menyempurnakan shalat jumatannya: (demikian ini) menurut pendapat yang shahih.

Fardhu Jumat

Adapun fardhu shalat jumat itu sebagian ulama’ ada yang mengungkapkan tadi dengan (istilah) syarat-syaratnya jumat itu ada 3 (tiga): Pertama dan kedua: ialah adanya dua khutbah, yang mana seorang khatib di dalam melaksanakan dua khutbah tadi harus berdiri.

Dan ia duduk di antara dua khutbah tersebut. Imam al-Mutawally berpendapat, (tentang ukuran duduk di antara dua khutbah tersebut adalah) menurut kadar melakukan thuma’ninah di antara dua sujud.

Seandainya ada seorang khatib tidak mampu berdiri dan ia berkhutbah dalam keadaan duduk atau dalam keadaan berbaring, maka khuthbahnya sah.

Dan boleh mengikuti (bermakmum) kepadanya, walaupun (makmum) tadi tidak mengetahui tentang keadaan imamnya (atas ketidak mampuannya berdiri).

Dan ketika seorang khathib berkhuthbah dalam keadaan duduk, maka ia harus memisah di antara dua khuthbahnya dengan (cara) berdiam diri (sejenak), tidak dengan cara berbaring.

Rukun Khutbah Jumat

Rukun khutbah jumat tersebut ada 5 (lima), sebagai berikut :
Membaca al-Hamdulillah.
Membaca shalawat untuk Rasulullah SAW. Kedua bacaan (hamdalah dan shalawat Nabi tersebut) lafadznya sudah ditentukan.
Berwasiyat untuk bertaqwa kepada Allah. Dan tentang lafadlnya (ungkapan kata) wasiyat itu tidak ada ketentuan secara pasti, (demikianlah) menurut pendapat yang shahih.
Membaca ayat al-Quran dalam salah satu kedua khuthbah tersebut.
Membaca do’a untuk mukmin laki-laki dan perempuan dalam berkhuthbah yang kedua.

Syarat Khatib Jumat

Khatib hendaknya (berupaya) agar (sewaktu menunaikan) rukun-rukunnya khuthbah itu, bisa didengar (suaranya) oleh 40 orang (jamaah jumah) yang menjadikan shahnya shalat jumat.

terjemah fathul qorib syarat wajib jumat

Syarat berikutnya adalah muwalah (berkesinambungan) antara kalimat-kalimat khuthbah, dan di antara dua khuthbah tersebut.

Maka, seandainya khatib itu memisahkan antara sekian banyak kata-kata khuthbahnya, walaupun karena ada udzur (seperti tertidur), maka batal khuthbahnya. Dan sewaktu khuthbah, menutup aurat, sucinya pakaian, badan dan tempat dari hadats dan najis.

Ketiga: dari beberapa fardhunya shalat Jum’ah ialah : Melaksanakan shalat jumat sebanyak dua rakaat dalam berjarma’ah dengan golongan orang yang menjadikan shahnya shalat jum’ah.

Syarat berikutnya, melaksanakan shalat jumat sehabis pelaksanaan dua khuthbah. Lain halnya dengan shalat hari raya, maka, khutbah sebelum melaksanakan shalat idul adha atau idul fitri .

Kesunnahan Pada Hari Jumat

Sunnah-sunnah hai’ahnya Jum’ah -pengertian arti ha’ah telah lewat- itu ada 4 (empat) perkara :

Pertama: Mandi bagi orang yang bermaksud hendak mendatangi jama’ah shalat jum’ah, baik dari (kalangan) laki-laki atau perempuan, orang merdeka atau budak, orang yang mukim atau orang yang bepergian: sedang waktu (sunnah) mandi jumat itu semenjak dari (terbitnya) fajar yang kedua (fajar shadiq).

Dan mandi mendekati keberangkatannya (menghadiri jama’ah shalat jumat) itu lebih utama. maka, andaikan ia tidak mampu mandi jumat, maka sunnah baginya bertayamum dengan niat mandi (niat tayamum sebagai ganti mandi).

Kedua; Membersihkan tubuhnya, yaitu dengan menghilangkan bau yang tidak enak yang terdapat di badannya: seperti bau tidak enak yang terdapat pada ketiak, maka, hendaknya ia memberinya sesuatu yang bisa menghilangkan bau tidak enak tersebut, seperti bata rmerah (atau sabun) dan yang sepadan dengannya.

terjemah fathul fasal qorib syarat wajib jumat

Ketiga; Memakai pakaian berwarna putih, sebab pakaian yang putih itu adalah sebaik-baik pakaian.

Keempat; Memotong kuku jika sudah panjang, dan demikian pula sunnah memotong rambut. Kemudian, ia sunnah mencabut rambut ketiaknya, menggunting kumisnya dan mencukur rambut yang ada di sekitar alat kelaminnya.

Dan sunnah (pula) memakai wangi-wangian yang paling harum dari apa yang ia miliki. Sunnah juga mendengarkan baik-baik sewaktu (khatib) berkhuthbah, yaitu berdiam diri sambil mendengar-kan dengan seksama.

Pengecualian dari inshat, yaitu beberapa hal yang sudah termaktub dalam kitab-kitab yang panjang lebar pembicaraannya. Antara lain yaitu : memberi peringatan pada orang buta yang hendak jatuh ke dalam sumur, dan orang yang akan dirambati kalajengking misalnya.

Barangsiapa masuk ke Masjid, sementara imam sedang berkhuthbah, maka hendaknya ia shalat dua rakaat yang ringan (secepat mungkin), kemudian (sehabis itu) ia duduk.

Ungkapan mushannif berupa “masuk”, itu memberi kepahaman bahwa orang yang (sudah agak lama) hadir (sementara khatib sedang berkhuthbah), tidak boleh mengerjakan shalat dua rakaat (baik shalat sunnah atau fardhu), baik ia telah melakukan shalat sunnah jumat atau belum.

Dan dari hasil pemahaman pengertian ini, tidak ada kejelasan, bahwa melakukan shalat (saat itu) hukumnya haram atau makruh. Tetapi Imam Nawawi dalam kitab Syarah Muhadzdzab, beliau menjelaskan “hukumnya haram”.

Suatu keterangan dari Imam al-Mawardi, akan adanya kesepakatan ijma’ para ulama empat madzhab, atas keharaman mengerjakan shalat tersebut.

Demikian penjelasan Abu Syuja tentang syarat wajib shalat jumat, rukun dan syarat khutbah jum’at. yang kami rangkum dalam terjemah fathul qorib fasal syarat wajib shalat jumat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *