Masih membahas tentang rukun islam yang kedua yaitu shalat. Shalat memiliki syarat sah yang harus terpenuhi oleh orang yang shalat. Maka dari itu berikut adalah terjemah fathul qorib fasal syarat sah shalat.
Terjemah Fathul Qorib Fasal Syarat Sah Shalat

Syarat sebelum shalat ada lima – Syarat adalah tanda, dan secara terminologi syar’i adalah perkara yang menentukan sahnya shalat dan bukan bagian dari shalat. Berbeda dengan rukun, karena rukun termasuk bagian dari shalat.-

Syarat shalat yang pertama; sucinya anggota badan dari hadats, baik kecil ataupun besar jika mampu, sementara orang yang tidak dapat bersuci dengan air dan debu, maka shalatnya sah namun wajib mengulanginya. Dan suci dari najis yang tidak ditoleransi pada pakaian, badan, dan tempat shalat.
Syarat sah shalat yang kedua; menutupi warna aurat jika mampu, meskipun sendirian berada di kegelapan, jika tidak mampu menutup aurat, maka shalat dengan telanjang dan tidak membuat isyarat untuk rukuk dan sujud, tetapi menyempurnakan keduanya dan tidak wajib mengulanginya. Yang menjadi penutup aurat adalah pakaian yang suci.
Juga wajib menutup aurat selain dalam shalat dari pandangan manusia dan ketika sendirian kecuali karena ada kebutuhan seperti mandi dan selainnya. Sementara menutupinya dari diri sendiri tidak wajib, namun makruh melihatnya.
Aurat laki-laki dan perempuan
Aurat laki-laki adalah bagian antara pusar dan lutut, begitujuga dengan hamba sahaya perempuan.
Sementara aurat perempuan dalam shalat adalah selain wajah dan telapak tangan bagian luar dan dalam hingga pergelangan tangan, sedangkan auratnya selain dalam shalat adalah seluruh tubuh, dan auranya dalam kesendirian adalah seperti laki-laki.
Secara etimologi aurat adalah kekurangan, dan secara terminologi syar’i merupakan sebutan untuk perkara yang harus ditutupi, ini yang dikehendaki dalam bab shalat, dan untuk perkara yang haram melihatnya, yang disebutkan dalam bab nikah.
Syarat sah shalat yang ketiga; menetap di tempat yang suci, maka tidak sah shalatnya orang yang sebagian badan atau pekaiannya bersentuhan dengan najis saat berdiri, duduk, rukuk, atau sujud.

Syarat sah sholat yang keempat; mengetahui masuknya waktu shalat atau menduganya dengan ijtihad, apabila seseorang shalat dangan tanpa mengetahui hal tersebut, maka shalatnya tidak sah, meskipun berlangsung tepat waktu.
kelima; menghadap kiblat, yaitu ka’bah, disebut kiblat karena orang yang sedang shalat akan berhadapan dengannya, dan disebut ka’bah karena ketinggiannya. Menghadap dengan dada merupakan syarat bagi orang yang mampu melakukannya.
Hukum shalat tidak menghadap kiblat
Boleh tidak menghadap kiblat saat shalat dalam dua kondisi, yaitu, Pertama, Kondisi sangat mengkhawatirkan dalam peperangan yang diperbolehkan, baik shalat fardhu atau sunah. Kedua, shalat sunah dalam perjalanan di atas kendaraan, maka bagi musafir dengan perjalanan yang mubah meskipun jarak dekat boleh melakukan shalat sunah menghadap arah tujuannya. Seseorang yang naik kendaraan tidak wajib meletakkan keningnya pada pelana misalnya, tetapi memberikan isyarat untuk rukuk serta sujudnya, dan sujud lebih rendah daripada rukuk. Sedangkan orang yang berjalan kaki, maka menyempurnakan rukuk dan sujudnya dalam keadaan menghadap kiblat, tidak boleh berjalan kecuali saat berdiri dan tasyahud.
Tanya jawab seputar syarat sah shalat
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram, dan dimana saja kalian berada, palingkanlah muka kalian ke arahnya. (QS. Albagarah: 144)
Shalat perempuan yang telah balig tidak akan diterima kecuali ia menggunakan tutup kepala. (HR. Muslim)
Shalat tidak akan diterima kecuali dengan mensucikan diri. (HR. Muslim)
Tidak sah, akan tetapi tetap mendapatkan pahala atas niatnya, bukan perbuatannya, kecuali bacaan dan sesamanya yang tidak disyaratkan suci, maka perbuatannya juga mendapat pahala.
Wajib mengulangi shalatnya, karena suci merupakan syarat sah shalat.
Karena hal itu termasuk udzur ‘am (yang biasa terjadi), dan terkadang berlangsung lama, sehingga apabila diwajibkan mengulangi shalatnya akan memberatkan.
Karena yang menjadi pertimbangan dalam ibadah ialah dugaan pelaku sekaligus kenyataan.
Karena berdasarkan firman Allah Swt. dan sabda Nabi Saw.:
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram, dan dimana saja kalian berada, palingkanlah muka kalian ke arahnya. (OS. Albagarah: 144)
Apabila kamu melaksanakan shalat, maka sempurnakanlah wudlu kemudian menghadaplah kiblat. (HR. Bukhari Muslim)
Karena berdasarkan firman Allah swt:
Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan, (QS. Albaqarah: 239)
Karena berdasarkan hadits Nabi saw.: Rasulullah saw, shalat di atas kendaraan mengahadap ke arah tujuan, dan apabila menghendaki shalat fardlu, beliau turun lalu menghadap kiblat. (HR. Bukhari)
Karena hal itu kondisinya menyulitkan.
Karena mudah untuk dilakukan.
Karena lamanya masa berdiri dan tasyahud, serta mudahnya berjalan saat Ftidal dan salam.