Terjemah Fathul Qorib Fasal Menafkahi

Diposting pada

Dalam kitab fathul qorib, mushannif menjelaskan tentang hukum menafkahi istri dan kerabat. Nafkah seorang suami terhadap istrinya. Begitu juga menafkahi anak dan orang tua. Berikut adalah terjemah fathul qorib fasal menafkahi.

Terjemah Fathul Qorib Fasal Menafkahi

Menjelaskan hukum menafkahi beberapa kerabat. Dalam sebagian keterangan kitab matan, mengakhirkan fasal ini dari fasal sesudahnya.

Kata Nafakah diambil dari kata Infaq. Adapun yang dimaksud Infaq adalah mengeluarkan. Dan kata Infaq ini tidak digunakan, kecuali dalam hal kebaikan.

Dalam masalah nafkah, ada tiga sebab, yaitu:

  1. Hubungan kerabat.
  2. Kepemilikan amat.
  3. Perjodohan (perkawinan).

Mushannif menyebutkan sebab pertama dalam perkataannya: “bahwa memberi nafkah orang-orang yang menjadi tiang dari pihak keluarga adalah wajib bagi orang tua dan anak, baik mereka laki-laki atau perempuan, satu agama atau berlainan”.

Menafkahi Orang tua

Adapun orang tua sampai ke atas, maka wajib bagi anak untuk menafkahi mereka dengan dua syarat, yaitu:

1. Mereka dalam keadaan fakir, yaitu ketidak mampuan mereka untuk mencari harta atau bekerja) Dan Dalam keadaan lumpuh

2. Dalam keadaan fakir dan gila.

Kata Zamanah adalah mashdar dari kata Zamina Ar-Rajulu Zamanalan, artinya sorang laki-laki lurnpuh ketika ia tertimpa afat/penyakit.

Bila mereka mampu untuk mendapatkan harta atau ada pekerjaan, maka tidak wajib menafkahi mereka.

Menafkahi Anak

Adapun beberapa anak sampai ke bawah, maka wajib bagi kedua orang tua untuk menafkahi mereka dengan adanya tiga syarat, yaitu:

1, Dalam keadaan fakir dan masih kecil. Sedangkan terhadap anak yang kaya dan sudah besar, maka tidak wajib menafkahi mereka.

2. Fakir dan dalam keadaan lumpuh. Adapun anak yang kaya dan kuat, maka tidak wajib menafkahinya.

3. Fakir dan gila. Maka anak yang kaya dan berakal sehat, maka tidak wajib memberi nafkahinya.

Menafkahi hamba sahaya dan hewan peliharaan

Memberi nafkah budak dan hewan peliharaan, itu wajib.

Barangsiapa memiliki hamba sahaya, yakni budak, amat, mudabbar, ummul walad atau hewan peliharaan, maka wajib baginya menafkahi mereka.

Oleh karena itu, ia memberi makan hamba sahayanya dengan makanan pokok yang terlaku untuk penduduk setempat, serta lauk pauk yang terlaku juga, sesuai kadar kecukupan juga memberi pakaian kepadanya, dari pakaian terlaku untuk mereka.

Dan tidak cukup memberi pakaian kepada hambanya sekadar menutupi auratnya saja.

Hamba sahaya dan hewan peliharaan tidak boleh dibebani pekerjaan yang mereka tidak kuat melakukannya.

Bila pemilik mempekerjakan hamba saat siang, maka hendaknya ia mengistirahatkan saat waktu malam dan sebaliknya.

Dan saat musim kemarau, mengistirahatkannya saat waktu qailulah.

Dan juga tidak boleh membebani hewan peliharaan terhadap pekerjaan yang ia tidak kuat menanggungnya.

Menafkahi Istri

Mushannif menerangkan tentang sebab ketiga dalam perkataannya, bahwa memberi nafkah istri yang telah menyerahkan dirinya (untuk dijima’), itu wajib bagi suami.

Baca juga: hak istri terhadap suami

Ketika berbeda kadar menafkahi istri memandang keadaan suami.

Maka Mushannif menerangkan hal yang demikian itu dalam perkataannya: “bahwa memberi nafkah itu diperkirakan, jika suami kategori orang mampu”.

Kemampuan suami diperhitungkan mulai keluarnya fajar pada setiap hari. Maka (nafkahnya) sebanyak dua mud makanan yang wajib bagi suami tiap sehari semalam pada istrinya yang beragama Islam atau kafir dzimmi, baik merdeka atau amat.

Adapun 2 mud itu, harus dari makanan pokok istri yang umum .

Makanan pokok yang terlaku seperti, gandum putih, gandum merah, atau selainnya hingga keju bagi penduduk primitip yang menjadikannya sebagai makanan kekuatan/pokok.

Suami wajib memberikan lauk pauk dan pakaian yang berlaku menurut adat dalam hal masing-masing dari keduanya.

Kemudian jika terlaku adat lauk pauk negeri itu dengan menggunakan minyak, minyak wijen, keju dan yang semacamnya, maka hendaklah mengikuti adat/kebiasaan dalam hal tersebut.

Bila di negeri itu tidak ada lauk pauk yang terfavorit, maka wajib memberi lauk pauk yang pantas memandang keadaan suami.

Lauk pauk itu akan berbeda-beda sebab berbedanya musim. Maka wajib dalam setiap musim, yaitu segala sesuatu dari lauk pauk yang berlaku menurut kebiasaan orang banyak.

Wajib bagi suami memberikan daging yang pantas memandang keadaan suami.

Jika berlaku suatu kebiasaan di negeri itu dalam hal pakaian bagi orang yang sejajar dengan suami (dalam hal derajat), kattan/jenis kain atau sutera, maka wajib memberi yang sesuai dengan kebiasaan.

Bila suami melarat/fakir, maka mengeluarkan satu mud, yakni yang wajib atas suami terhadap istrinya adalah satu mud makanan dari makanan pokok yang umum di negeri itu untuk setiap hari beserta malamnya.

Dan sesuatu yang dibuat lauk pauk oleh para suami yang fakir, yaitu dari lauk pauk yang menjadi kebiasaan mereka, dan pakaian yang dikenakan mereka, yakni dari pakaian yang menjadi kebiasaan mereka.

Bila suami termasuk orang yang sedang, maka kewajiban bagi suami yaitu memberi satu setengah mud kepada istrinya, dari makanan pokok yang umum di negeri itu.

Wajib diberikan pada istri dari hal lauk pauk dan pakaian yang masuk kategori sedang.

Adapun pengertian sedang, yaitu kadar barang (lauk dan pakaian) di antara barang yang wajib bagi orang kaya dan melarat.

Wajib bagi suami, yaitu memberi makanan dalam bentuk masih mentah. Wajib pula baginya menggiling dan memasaknya.

Wajib bagi suami untuk memberi peralatan makan dan minum serta masak. Wajib juga bagi suami untuk memberi rumah yang layak baginya menurut adat.

Jika istri dari golongan yang dilayani memandang orang sejajarnya/sederajatnya, maka wajib bagi suami memberinya pelayan, berupa pelayan perempuan merdeka, atau amat nya suami, atau amat sewaan atau dengan memberi nafkah orang orang yang dapat menemani istri, yaitu dari perempuan merdeka atau amat karena tujuan melayani, jika suami rela dengan adanya perempuan tersebut.

Bila suami tidak mampu menafkahi istrinya, yakni nafkah yang akan datang (belum dilalui), maka hendaknya istri bersabar atas fakirnya si suami.

Dan istri membiayai hidup dirinya dari harta dia sendiri atau mengutang, dan barang yang ia keluarkan adalah menjadi hutang suami.

Membatalkan pernikahan sebab fakir

Dan bagi istri boleh membubarkan/membatalkan pernikahan. Dan ketika telah bubar, maka terjadilah perpisahan (perceraian).

Perceraian ini adalah perceraian karena pembubaran/pembatalan, bukan karena Talak.

Baca juga: pengertian talak dan pembagiannya

Adapun nafkah yang telah lewat, maka tidak boleh melakukan pembubaran/pembatalan bagi istri sebab nafkah tersebut.

Begitu juga, boleh bagi istri membubarkan pernikahannya, jika suami merasa kesulitan sekali/tidak mampu (menepati janji) membayar maskawin sebelum terjadi persetubuhan dengannya, baik istri telah mengetahui kefakiran/ketidakmampuan suami sebelum terjadi akad nikah atau tidak.

Demikian terjemah fathul qorib fasal menafkahi. semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *