Terjemah Fathul Qorib Fasal Khiyar

Diposting pada

Terkadang seseorang yang membeli suatu barang merasa menyesal karena telah membelinya. Begitu juga yang menjual, ia pun terkadang merasa menyesal karena telah menjual barang tersebut. Islam memberikan solusi dengan ada nya hukum khiyar. Abu Syuja dalam kitab fathul qorib menjelaskan secara ringkas tentang pengertian khiyar, hukum khiyar dan macam-macam khiyar. Berikut adalah terjemah fathul qorib fasal khiyar.

Terjemah Fathul Qorib Fasal Khiyar

Bagi penjual dan pembeli ada hak khiyar (memilih) antara meneruskan atau membatalkan jual belinya.

Artinya bagi penjual dan pembeli punya hak untuk memilih dalam beberapa macam akad jual beli di tempat transaksi (khiyar majlis). Seperti akad pesanan. Selama keduanya belum berpisah menurut kebiasaan.

Khiyar majlis menjadi putus (hilang kesempatan memilih) manakala berpisahnya kedua belah pihak (penjual dan pembeli) dengan badannya dari tempat akad. Atau kedua pihak memilih tetap melanjutkan akad.

Baca juga: rukun jual beli dalam islam

Apabila salah satu (penjual atau pembeli) memilih melanjutkan akad, sementara yang lain tidak segera memilih, maka gugur hak khiyar untuk orang yang memilih lanjut. Dan hak khiyar masih berlaku bagi pihak kedua (yang lain).

Boleh bagi penjual dan pembeli atau salah satunya ketika pihak yang lain menyetujuinya, untuk mengadakan perjanjian khiyar dalam berbagai macam jual beli. Khiyar tersebut berlaku tiga hari, terhitung dari terjadinya akad. bukan terhitung dari terjadinya perpisahan.

Jika masa khiyar itu lebih dari tiga hari, maka batal akadnya. Dan apabila barangnya termasuk dari barang yang rusak dalam waktu yang telah dijanjikan (disyaratkan), maka batal akadnya.

Apabila terdapat cacat (aib) pada barang yang di jual yang tampak sebelum pembeli menerima barang, serta cacat tersebut mengurangi harga barang. Atau mengurangi fungsi dan manfaat barang. Maka pembeli boleh mengembalikan barang tersebut kepada penjual.

Menjual Buah Yang Belum Matang

Tidak boleh menjual buah-buahan yang masih berada pada pohonnya tanpa menjual pohonnya secara mutlak. Artinya tanpa ada syarat di petik/di panen, kecuali setelah tampak kebaikan/kelayakan buah-buahan itu.

Maksud “tampak kelayakannya” adalah bagi buah tidak dapat berubah warnanya yaitu, sampai pada suatu keadaan, sehingga buah-buahan tersebut sudah sesuai dengan yang dimaksud menurut umumnya Seperti manisnya tebu, asamnya delima dan lunak/lembeknya buah tin.

Buah-buahan yang dapat berubah warnanya seperti menjadi merah atau hitam, atau kuning Seperti anggur, juwet, dan kurma mentah. Adapun buah-buahan yang di jual sebelum tampak kelayakannya, maka tdak sah menjualnya secara mutlak.

Tidak sahnya itu berlaku bagi pemilik pohon dan yang lainya, kecuali dengan janji bersedia memanen/memetik, baik berlaku kebiasaan memanen/memetik buah-buahan atau tidak. Bila bila pohon yang berbuah di potong, maka boleh menjual buahnya, tanpa ada syarat harus memetik buahnya.

Tidak boleh menjual tanaman (berbiji) yang masih hijau yang tertanam di bumi (sawah), kecuali dengan syarat memetiknya atau mencabutnya. Jika tanaman (berbiji) itu dijual beserta tanahnya atau di sendirikan tanpa menyertakan tanahnya setelah bijinya menjadi keras, maka boleh menjualnya tanpa ada syarat.

Barangsiapa yang menjual buah-buahan atau tanaman (berbiji) yang belum tampak kelayakannya, maka wajib bagi penjual untuk menyiramnya. Sekiranya dengan siraman tersebut dapat mengembangkan keadaan buah dan aman dari kerusakan, baik si penjual sudah menyerahkan antara pembeli dan barang yang dijual atau belum.

Tidak sah menjual sesuatu yang terdapat riba dengan sesuatu yang sejenis dengannya dalam keadaan masih basah.

Mushannif memberikan isyarah dengan perkataan tersebut adalah bahwa sesungguhnya barang itu adalah barang yang sebangsa riba ketika telah sempurna keadaannya, maka tidak sah. Semisal menjual anggur dengan anggur (yang keduanya masih dalam keadaan basah).

Kemudian mushannif mengecualikan dari barang-barang tersebut melalui perkataannya “kecuali susu”. Artinya, sah menjual sebagian air susu dengan sebagian pula sebelum air susu tersebut menjadi keju.

Dan mushannif memutlakkan pengertian dari “air susu” sehingga memasukkan pengertian air susu yang cair, kental, bersih dan asam. Adapun takaran pada air susu adalah menggunakan takaran, sehingga sah menjual air susu kental dengan air susu cair, dengan menggunakan takaran, meskipun selisih dalam timbangannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *