Dalam kitab fathul qorib, pengarang kitab menjelaskan tentang ihyaul mawat atau menghidupkan lahan mati yang tidak seorang pun memilikinya. Bagaimana hukum dan aturan ihyaul amwat? Berikut akan dibahas pada terjemah fathul qorib fasal ihyaul mawat.
Terjemah Fathul Qorib Fasal Ihyaul Mawat
Ihyaul Mawat adalah lahan yang tidak dimiliki dan dimanfaatkan seseorang. Membuka lahan mati hukumnya diperbolehkan dengan dua syarat:
1. Yang membuka adalah seorang Muslim, kecuali tanah yang telah dilindungi nemerintah, maka untuk membukanya harus mendapat izin.
2. Tanah tersebut tidak bertuan yang tidak dimiliki seorang Muslim pun. Artinya tanah yang tadinya dimiliki seseorang lalu kemudian dibiarkan tidak terawat, tetap dimiliki orang tersebut dan tidak bisa di-ihyâ’ (dibuka).
Jika tanah seperti ini tidak diketahui pemiliknya dan masuk dalam area tanah Muslim, maka tanah demikian termasuk mâl dhâi‘ (harta tersia-sia) yang urusannya diserahkan pada pemerintah.
Bentuk cara membuka lahan mati adalah sebagaimana apa yang menjadi adat dalam membuka lahan mati, artinya jika muhyî (pembuka lahan mati) hendak membangun di lahan mati, maka ia harus memagari komplek tersebut dengan bata, batu atau bambu dan membangun atap serta memasang pintu.
Jika ia hendak membangun kandang, maka cukup memagari dengan kadar sebawah pagar rumah tanpa perlu membangun atap.
Jika ia hendak menjadikannya sawah, maka ia harus mengumpulkan tanah di kanan kiri komplek tersebut lalu meratakan tanah itu dengan mencangkul tanah yang tampak meninggi dan menguruk tanah yang rendah serta membuat irigasi apabila tidak cukup dengan hujan.
Jika ia hendak membangun kebun, maka ia perlu mengumpulkan tanah di kanan kini area tersebut serta memagarinya. Ketahuilah air yang khusus dengan seseorang tidak wajib untuk menyerahkannya pada hewan orang lain.
Wajib menyerahkan air dengan tiga syarat:
1. Telah melebihi kebutuhannya.
2. Orang lain membutuhkan air tersebut, baik pada dirinya atau hewannya.
3. Air itu berada pada tempatnya, yakni air yang diambil dari sumur atau sumber.
Tidak masalah hewan mendatangi sumur jika tanaman pemilik sumur atau hewannya tidak terganggu. Jika sampai terganggu, maka cukup dengan orang yang menggembalakan yang memberi air.
Dalil ihyaul mawat
.ومن أحيا أرضا ميتة فهي له (رواه أبو داود)
Artinya: Barang siapa membuka lahan mati, maka menjadi miliknya. (HR. Abu Dawud).
.من عمر أرضا ليست لأحد فهو أحق بها (رواه البخاري)
Artinya: Barang siapa mengolah lahan yang tidak dimiliki seseorang, maka ia berhak dengannya. (HR. Albukhari).
.من أحيا أرضا مينة فله فيها أجر وما أكلت العوافي منها فهو صدقة (روء النساني)
Artinya: Barang siapa menghidupkan lahan mati, maka ia berhak mendapatkan pahala, dan sesuatu yang dimakan para pencari rizki darinya adalah sedekah. (HR Annasa’i).
Rukun Ihyaul mawat
- Ihya; metode pengolahan bumi mati dimana dengan metode tersebut secara
- Muhyi; orang yang melakukan ihya al-mawat.
- Muhya; lahan mati yang bisa dimiliki melalui ihya al-mawat. hukum lahan mati bisa menjadi milik pengolah.
Tanya jawab ihyaul mawat
Kenapa dalam membuka lahan bumi mati tanpa harus melalui persetujuan?
Jawaban: Karena di cukupkan dengan izin Rasulallah saw.
Kenapa orang kafir tidak boleh membuka lahan bumi mati meskipun dengan izin imam?
Jawaban: Karena membuka lahan mati merupakan bentuk penguasaan, dan hal itu tidak diperbolehkan bagi mereka.
Kenapa bumi yang pernah dikelola pada masa jahiliyah kemudian mengalami kehancuran dapat dimiliki dengan cara dibuka kembali?
Jawaban: Karena tidak ada kemuliaan (legalitas) untuk kepemilikan pada masa jahiliyah.
Kenapa tidak wajib menyerahkan air untuk tanaman orang lain, tetapi wajib untuk jiwa dan binatang saja?
Jawaban: Karena adanya kemuliaan ruh berbeda dengan tanaman.
Kenapa tidak boleh meminta ganti apabila wajib menyerahkan air?
Jawaban: karena berdasarkan Hadits Nabi saw.