Terjemah Fathul Qorib Fasal Ghashab

Pada fasal ini mushannif akan menjelaskan tentang pengertian ghashab, hukum mengghashab barang orang lain, dan tanggung jawab orang melakukannya. Berikut adalah terjemah fathul qorib fasal ghashab. Semoga bermanfaat.

Terjemah Fathul Qorib Fasal Ghashab

terjemah fathul qorib fasal ghashab

Pengertian “Ghashab” menurut bahasa artinya “Mengambil sesuatu secara zhalim (tindakan semena-mena) serta terang-terangan”. Sedangkan pengertian ghashab menurut syara’ adalah menguasai hak orang lain dengan jalan dzalim (aniaya).

Pengertian “menguasai” dikembalikan pada uruf (kebiasaan). Termasuk dari hak orang lain yaitu segala sesuatu yang sah dianggap ghashab, dari barang yang bukan kategori mal (harta), seperti kulit bangkai. Dan kata-kata dzalim (aniaya) mengecualikan penguasaan harta orang lain dengan suatu akad.

Barangsiapa yang menghashab harta seseorang, maka wajib mengembalikan kepada pemiliknya, meskipun atas pengembalian barang ghasaban orang yang ghashab itu terkena tanggungan ganti rugi dengan lipat ganda harganya.

Wajib baginya (orang yang ghashab) untuk menambal kekurangannya, jika terdapat kekurangan pada harta tersebut. Seperti orang yang mengghashab pakaian, kemudian ia memakainya atau baju itu berkurang bukan karena pemakaian. Juga wajib upah umum atas barang tersebut.

terjemah fathul qorib fasal ghashab 2

Adapun bila barang itu berkurang sebab merosotnya/murahnya harga pasaran (bukan karena penggunaan), maka tidak wajib mengganti rugi menurut pendapat yang shahih.

Pada sebagian keterangan redaksi kitab mengatakan bahwa, barangsiapa meng-ghashab harta seseorang, maka dia dipaksa untuk mengembalikannya.

Ganti Rugi Barang Ghashab

Bila barang itu rusak, maka orang yang mengghashab wajib menanggung ganti rugi dengan sepadannya/sejenisnya harta tersebut, jika memang harta tersebut berupa barang mitsli (sepadan/sejenis).

Menurut qaul ashah, bahwa maksud barang Mitsliy adalah barang-barang dalam transaksinya menggunakan takeran atau timbangan, serta sah memesan barang tersebut, seperti tembaga, kapas, buka kategori mitsliy wangi-wangian ghaliyah dan ma’jun.

Mushannif menerangkan tentang menanggung ganti rugi mutaqawwam (barang yang dianggap harganya) dalam perkataannya : “Atau pengghasab mengganti rugi dengan harga barang itu jika memang barang ghasaban tersebut tidak ada sepadannya atau jenisnya. gambarannya barang itu merupakan barang yang harus diberi harga (maksudnya, tidak dari barang yang harus mengganti dengan sepadannya atau sejenisnya).

Harga yang dipakai berbeda, harus menggunakan harga tertinggi mulai dari saat mengghasab sampai terjadinya kerusakan.

Harga yang anggap untuk mengganti rugi yaitu harus menggunakan mata uang yang berlaku di negara itu.

Maka jika kedua mata uang itu berlaku serta kadar lakunya sama, maka imam Rafi’i berpendapat seorang hakim harus menentukan salah satu dari kedua matang uang tersebut.

Tinggalkan komentar