Rukun Jual Beli dalam Islam – Jual beli atau ba’i menurut bahasa adalah menukarkan suatu barang dengan yang lain.
Adapun jual beli menurut istilah adalah akad tukar menukar harta benda yang berfaidah atau memberikan hak milik suatu barang, manfaat atau jasa untuk selamanya.
Penjelasan Rukun Jual Beli dalam Islam
Akad
Akad adalah suatu ungkapan yang didalamnya terdapat Ijab dan qobul.
Terkecuali dari ta’rif tersebut adalah ba’i mu’athoh. Yaitu jual beli barang tanpa ada ijab dan qobul.
Menurut pendapat yang masyhur Imam Syafi’i jual beli dengan sistem mu’athoh hukumnya tidak sah.
Sedangkan Imam an-nawawi mengatakan sah.
Dan itu merupakan pendapat ulama madzhab Maliki dalam perkara yang dianggap jual beli oleh kalangan manusia.
Shigat
Pengucapan shigat harus dengan lafadz yang jelas. Seperti “aku menjual baju ini kepadamu dengan harga Rp100.000“. Kemudian pembeli menjawab: “Ya aku beli baju ini dari kamu“.
Bentuk shigat jual beli bisa dengan kata kinayah (kiasan), dengan syarat kalimat tersebut mengandung pengertian serah terima barang dalam akad jual beli.
Misalnya, pembeli berkata kepada penjual: “baju ini aku ambil dulu, besok uangnya aku kasih kepada kamu”. Kata kalimat ambil dan kasih tersebut menurut adat dan kebiasaan masyarakat sudah termasuk jual beli.
Tukar menukar
Terkecuali dari syarat “harus ada tukar menukar” adalah hibah. Karena tukar menukar itu terjadi dari dua pihak yaitu penjual dan pembeli.
Dari pembeli berupa harga atau uang dan dari penjual berupa barang. Barang ini merupakan gantinya barang ini.
Sedangkan dalam hibah hanya terjadi dari satu pihak, yaitu pihak yang memberikan saja.
Harta benda
Terkecualikan dari syarat “harus berupa harta benda” adalah akad nikah. Dalam akad nikah terdapat akad tukar menukar selain harta benda.
Dari pihak suami berupa mahar atau mas kawin dan dari pihak istri berupa “kehormatan“. Sementara kehormatan tidak termasuk dalam kategori harta benda.
Berfaedah memberikan hak milik suatu barang
Terkecualikan dari syarat tersebut adalah akad sewa yang dibatasi dengan waktu.
Manfaat atau jasa untuk selamanya
Seperti akad sewa untuk selamanya. Itu juga jual beli. Misalnya menjual hak tempat berjalan kaki, meletakkan kayu penyangga tembok dan hak mendirikan bangunan.
Dalil jual beli
Dasar hukum akad jual beli adalah Firman Allah dalam Surah al-baqarah 275.
Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Dalil Nabi Muhammad s.a.w
Artinya: Rasulullah s.a.w ditanya, pekerjaan apakah yang paling baik? beliau menjawab, yaitu pekerjaannya seorang laki-laki dengan tangannya dan semua jual beli yang baik.
Maksud dari jual beli yang baik adalah jual beli yang tidak ada penipuan dan pengkhianatan.
Perbedaan dari keduanya adalah bahwa penipuan terjadi dalam dzatnya barang. Misalnya menutupi barang yang cacat.
Sedangkan khianat bersifat lebih umum, yaitu penipuan yang terdapat pada dzat ataupun sifat barang atau jenis penipuan lainnya.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Artinya: jual beli itu berdasarkan saling rela.
Hukum jual beli
Hukum jual beli ada lima.
Wajib, seperti menjual makanan kepada orang yang sedang kelaparan atau membutuhkan. Dengan ketentuan makanan tersebut sudah melebihi dari kebutuhan si penjual dan ia tidak rela memberikan makanan tersebut secara cuma-cuma atau gratis.
Sunnah, seperti menjual barang yang bermanfaat bagi manusia dengan niat baik.
Makruh, seperti jual beli setelah adzan pertama menjelang shalat Jumat.
Mubah, hukum asal jual beli adalah mubah.
Haram,
Jual beli yang haram namun hukumnya sah, seperti jual beli setelah adzan kedua menjelang shalat Jumat, menjual senjata kepada orang yang akan melakukan kejahatan.
Jual beli yang haram dan hukumnya tidak sah, yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat. Seperti menjual pejantan (air mani hewan pejantan), menjual sesuatu dengan undian lemparan batu, menjual dengan menyentuh, tanpa melihat atau tanpa ada khiyar.
Rukun Jual Beli dalam Islam
Rukun jual beli dalam islam ada 6.
- Ba’i : pembeli
- Mustari : penjual
- Mutsman : barang yang dijual
- Tsaman : uang atau harga
- Ijab
- Qobul
Contoh ijab qobul dalam jual beli.
Penjual berkata: “Buku ini saya jual kepadamu dengan harga Rp10.000“. Kemudian pembeli berkata: “Saya terima“.
Syarat Penjual dan Pembeli
Syarat orang yang melakukan akad jual beli ada 4.
Bebas bertasawuf.
Penjual dan pembeli harus sudah baligh, yaitu berakal, pandai, tidak safih, tidak bodoh.
Sedangkan bagi muflis, maka tidak sah bertasharruf dalam harta benda yang ada, namun masih boleh bertasawuf dalam tanggungannya.
Tidak ada yang memaksa tanpa ada hak.
Penjual dan pembeli harus bebas berkehendak, maka tidak sah jual beli karena dipaksa.
Contoh menjual karena dipaksa yang dibenarkan.
Seperti orang yang sudah waktunya membayar hutang namun ia tidak mau menjual harta bendanya untuk melunasi hutang tersebut. Kemudian Hakim memaksanya untuk menjual hartanya guna melunasi hutang.
Contoh membeli karena terpaksa yang dibenarkan.
Seperti orang yang sudah waktunya menyerahkan barang pesanan, namun pemesan tidak mau menerimanya. kemudian Hakim memaksanya untuk membeli barang tersebut.
Beragama Islam
Jika barang yang dibeli berupa mushaf Alquran, budak muslim, budak murtad, maka pembeli harus beragama islam.
Mushaf adalah sesuatu benda yang terdapat tulisan Alquran untuk tujuan belajar atau yang lainnya.
Begitu pun membeli kitab hadits dan kitab ilmu agama (fiqih), maka pembeli harus beragama Islam. Karena jika tidak, maka khawatir akan terjadi penghinaan.
Pembeli budak muslim haruslah beragama Islam, karena menyerahkan kepemilikan budak muslim kepada orang kafir itu merupakan penghinaan atau merendahkan.
Kecuali jika budak muslim tersebut langsung merdeka ketika dibeli oleh non muslim tersebut.
Misalnya budak tersebut merupakan orang tua atau anak dari pembeli. Maka menjual budak muslim kepada pembeli non Islam hukumnya boleh.
Menjual budak murtad kepada orang kafir hukumnya tidak sah karena masih terdapat hubungan Islam kepadanya.
Karena orang murtad masih punya kewajiban untuk kembali kepada agama Islam. Maka si pembeli budak murtad haruslah beragama Islam.
Tidak untuk memerangi orang Islam.
Tidak boleh menjual alat perang atau lainnya jika digunakan untuk memerangi umat Islam.
Sebagaimana menjual pesawat tempur atau senjata pada orang kafir Harbi (kafir yang memerangi atau yang memusuhi Islam).
Sedangkan menjual alat perang kepada kafir dzimmi (kafir yang tidak memusuhi Islam) hukum nya sah.
Hukum jual beli orang buta
Orang buta tidak boleh melakukan akad jual beli secara langsung terhadap suatu barang tertentu. Ia harus melakukan jual-beli dengan cara mewakilkan kepada orang lain, baik dalam hal menerima atau menyerahkan barang dengan akad dalam tanggungan, seperti akad salam atau pesan.
Syarat Ma’qud Aleh
Rukun jual beli dalam islam berikutnya adalah Ma’qud aleh.
Ma’qud aleh adalah barang dan harga / uang.
Syarat ma’qud aleh ada lima.
Suci
Barang harus suci atau dapat disucikan. Oleh sebab itu, tidak sah menjual benda yang dzatiyyah-nya najis. Seperti kulit bangkai, anjing dan babi. Begitu juga tidak sah menjual benda yang terkena najis dan tidak dapat disucikan, seperti minyak yang terkena najis.
Catatan: menjual barang yang dzatiyyah-nya najis hukumnya tidak sah jika yang dijual hanya benda.
Sedangkan menjual barang terdapat benda najis hukumnya sah. Seperti menjual rumah yang batu bata nya terbuat dari tanah dan kotoran hewan.
Baca : macam macam najis
Harus memiliki manfaat
Barang tersebut harus ada nilai manfaat menurut agama atau syariat. Baik manfaat tersebut sudah wujud pada saat akad atau akan wujud pada hari yang akan datang. Baik manfaat itu nyata atau berdasar agama.
Maka tidak sah menjual barang yang tidak ada manfaatnya menurut syariat. Seperti menjual serangga kecil atau menjual alat hiburan.
Dapat diserahterimakan
Penjual harus mampu menyerahkan barang tersebut kepada pembeli. Atau pembeli mampu mengambil barang dari kekuasaan orang yang menghosob jika barang tersebut sedang di ghosob boleh orang lain.
Milik penjual
Penjual mempunyai kuasa atas barang tsb, baik karena barang itu miliknya sendiri atau dia menjadi wakil. Oleh sebab itu, menurut pendapat mu’tamad tidak sah menjual barang orang lain tanpa mendapat kuasa dari pemiliknya dan tidak menjadi wakil, walaupun setelah akad jual-beli pemiliknya memberikan izin.
Diketahui ukurannya
Maka tidak sah menjual barang yang tidak diketahui jenis dan ukurannya.
Apabila sebelum akad jual beli penjual dan pembeli sudah melihat barang nya dan sejak melihat hingga melakukan akad umumnya barang tersebut tidak mengalami perubahan, seperti peralatan rumah tangga, tanah dan lain-lain, maka jual beli tersebut hukumnya sah.
Jika yang sudah melihat barang itu hanya salah satu dari penjual atau pembeli, maka jual beli tersebut hukumnya tidak sah.
Apabila pembeli sudah melihat barang tersebut sebelum akad, dan pada umumnya barang itu tidak mengalami perubahan, namun ternyata barang tersebut mengalami perubahan (tidak sama dengan waktu yang ia lihat), maka jual beli tersebut hukumnya sah. Namun pembeli mempunyai hak khiyar (hak untuk meneruskan atau membatalkan).
Shigat
Rukun jual beli dalam islam selanjutnya adalah Shigat.
Shigat adalah lafadz atau ucapan yang menunjukkan Ijab dan qobul.
Ijab adalah ucapan penyerahan dari penjual.
Ijab terbagi menjadi dua. Pertama, jelas (sharih). Kedua, kiasan (kinayah).
Ijab yang jelas adalah perkataan yang menunjukkan penyerahan kepemilikan dengan indikasi yang kuat dari yang sudah masyhur dan sudah menjadi kebiasaan ahli syariat.
Oleh sebab itu, akad transaksi dengan menggunakan ijab yang jelas tidak membutuhkan niat alias tanpa niat pun hukumnya sah.
Ijab kinayah atau kiasan adalah ucapan yang menunjukkan arti jual beli dan juga selain jual beli.
Misalnya, penjual berkata: “Ambillah baju ini atau baju ini jadi milikmu“.
Transaksi dengan menggunakan ijab kinayah hukumnya sah jika ada niat jual beli.
Jual beli dengan main-main alias tidak bertujuan sesuai dengan kenyataan lafadz hukum nya.
Qobul adalah perkataan yang menunjukkan menerima kepemilikan dengan indikasi yang kuat.
Shigat merupakan syarat yang harus terpenuhi dalam akad jual beli. Karena jual beli harus berdasarkan kerelaan dan keikhlasan.
Dan ikhlas merupakan perkara yang samar atau tidak tampak. Oleh sebab itu, harus ada perkataan yang menunjukkan ke-ikhlas-an atau kerelaan dari pihak penjual dan pembeli.
Istijabah adalah permintaan dari pembeli agar penjual mengeluarkan kalimat ijab. Misalnya, pembeli berkata kepada penjual: “jual lah kepadaku buku ini dengan harga sekian. Kemudian penjual berkata: “iya, saya jual kepadamu“.
Istiqbal adalah permintaan dari penjual agar pembeli mau menerima atau membeli. Misalnya, penjual berkata kepada pembeli: “beli lah buku ini dari dengan harga sekian“. Kemudian pembeli berkata: “Ya, saya membelinya“.
Jual Beli Mu’athah
Jual beli muathah adalah jual beli yang masing-masing dari penjual dan pembeli tidak mengucapkan Ijab dan qobul, atau orang yang mengucapkan shigat hanya salah satu dari penjual dan pembeli. Menurut pendapat mu’tamad hukumnya tidak sah.
Imam nawawi memilih pendapat yang menyatakan bahwa jual-beli muathoh atau untuk setiap hal yang menurut masyarakat umum dianggap jual beli hukumnya sah.
Sedangkan pendapat madzhab Abu Hanifah adalah muathah hukumnya saja dalam barang yang nilainya kecil. Sedangkan apabila nilainya besar, hukumnya tidak sah. Pendapat ini juga dipilih oleh Imam Ar Rofi’i.
Kesimpulan gambaran dari jual-beli muathah adalah antara pembeli dan penjual sudah sepakat dalam harga dan barang.
Pembelinya sudah cocok dengan barang dari penjual dan penjual pun sudah cocok dengan harga dari pembeli. Kemudian keduanya menyerah terima kan barang tanpa Ijab dan qobul.
Atau beserta shigat dari keduanya namun dengan memakai perkataan yang tidak berlaku dalam ijab dan qobul jual beli.
Dalam kitab Fathul Jawad : barang yang harganya sudah pasti dan tidak berbeda pada suatu daerah.
Misalnya sudah terpasang harga satu buah roti harganya Rp1.000, maka tidak harus ada ijab qobul dari penjual dan pembeli.
Syarat Shigat
Ijab dan qobul tidak terpisah oleh kalimat lain.
Kalimat lain adalah kalimat yang tidak berhubungan dengan jual-beli. Oleh sebab itu, boleh menyisipkan kalimat untuk syarat biar saksi atau gadai antara Ijab dan qobul. Karena kalimat tersebut masih ada hubungannya dengan akad jual beli dengan yang sedang dilakukan.
Ijab dan qobul tidak terpisah dengan diam yang lama.
Diam yang lama dalam bab ini adalah waktu yang melebihi waktu diam yang biasa terjadi dalam tempat percakapan.
Menurut sebagian ulama batasan diam yang lama adalah waktu yang menurut kebiasaan menunjukkan bahwa penjual sudah berpaling dari Ijab.
Atau menunjukkan bahwa pembeli sudah berpaling dari qobul. Atau sekiranya qobul sudah bukan jawaban dari ijab.
Lafal ijab dan qobul harus cocok dalam makna walaupun tidak cocok dalam lafadz.
Misalnya pembeli berkata: “kitab ini saya beli dengan harga 10“. kemudian penjual berkata: “Saya menerima pembelian mu dengan harga 5 + 5“.
Adapun jika pembeli berkata: “buku ini saya beli darimu dengan harga 10“. Kemudian penjual berkata: “Saya menerima pembelian mu dengan harga 20“.
Maka akad jual-beli seperti ini hukumnya tidak sah, karena antara lafal ijab dan qobul tidak cocok.
Tidak digantungkan dengan sesuatu
Misalnya penjual berkata: “barang ini akan saya jual kepadamu jika bulan Ramadan telah tiba”.
Maka akad seperti ini hukumnya tidak sah karena menggantungkan akad jual beli dengan perkara lain yaitu datangnya bulan Ramadan.
Tidak dibatasi dengan waktu.
Misalnya penjual berkata: “kitab ini saya jual kepadamu selama 1 bulan”. Ini hukumnya tidak sah.
Tidak merusak atau membatalkan atau merubah akan pertama sebelum selesai akan kedua.
Contoh jika penjual berkata saya jual buku ini kepadamu tapi pena atau berkata saya jual barang ini kepadamu secara kontan tapi nanti tempo maka hukumnya tidak sah.
Ijab dan qobul diucapkan dengan keras
Maksudnya, Orang yang ada di sampingnya dapat mendengarkan. Oleh sebab itu, tidak sah akad ijab dan qobul dengan suara yang hanya dapat terdengar oleh dirinya sendiri.
Jual beli orang yang bisu atau tuna wicara
Antara rukun jual beli dalam islam adalah ijab dari penjual dan qobul dari pembeli.
Ijab dan qobul harus menggunakan ucapan. Lalu bagaimana hukum jual belinya orang yang tidak dapat berbicara atau orang bisu?
Isyarat orang bisu jika dapat dipahami oleh setiap orang maka hukumnya seperti ucapan yang jelas. Dengan demikian, transaksi orang bisu dapat memakai isyarat hukumnya sah walaupun tanpa niat.
Jika isyarat yang faham hanya orang yang cerdas atau orang yang mengerti bahasa isyarat, maka isyarat tersebut hukumnya seperti ucapan kinayah atau kiasan.
Transaksi dengan isyarat hukumnya sah jika dengan niat ketika transaksi.
Sementara Isyarat nya orang yang dapat berbicara hukumnya tidak sah.
Macam-macam barang yang dijual belikan
Sesuatu yang terlihat.
Menjual benda atau barang yang dapat dilihat oleh penjual dan pembeli. jual beli seperti ini hukumnya sah.
Sesuatu yang disifati dalam tanggungan.
Yaitu akad salam atau pemesanan barang. hukumnya boleh dan sah jika telah memenuhi syarat-syaratnya.
Sesuatu yang tidak terlihat.
Barang belum dilihat oleh kedua orang yang bertransaksi atau salah satunya.
Beli seperti ini hukumnya tidak diperbolehkan karena rawan terjadi penipuan.
Sesuatu yang berupa manfaat atau jasa, misalnya menjual hak menggunakan jalan.