Pengertian Wadiah dan Contohnya – Pengertian wadiah secara bahasa (lughat) adalah barang barang titipan pada selain pemiliknya untuk menjaganya. Sedangkan pengertian wadiah menurut istilah (syara’) adalah akad yang menetapkan penjagaan.
Dalil Wadiah
Dasar hukumnya wadiah adalah firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 58.
إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.
Dan hadits Nabi SAW
أت الأمانة إلى من ائتمنك ولا تخن من خانك
Artinya: Tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayakannya kepadamu. Dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu.
Rukun Wadiah
Rukun wadi’ah ada empat.
- Wadi’ah (titipan)
- Shigat (ijab dan kabul).
- Mudi (orang yang menitipkan).
- Wadi’ (orang yang menerima titipan).
Contoh Akad Wadiah
Misalnya Zaid berkata kepada Umar : “Saya titipkan buku ini kepadamu“. Kemudian Umar menjawab: “Saya terima“, atau Umar langsung menerima buku tersebut.
Akad wadi’ah hukumnya jaiz (tidak tetap) dari kedua belah pihak (penitip dan yang menerima titipan).
Dan akad wadi’ah menjadi batal dengan sebab hal-hal yang membatalkan akad wakalah. Misal: salah satu dari keduanya meninggal, gila atau terkena penyakit epilepsi.
Baca juga: pengertian akad wakalah dan contohnya
Hukum Menerima Wadi’ah
Hukum menerima wadi’ah (titipan) ada lima.
1. Wajib, apabila menetapi dua syarat :
Pertama, Tidak ada orang lain yang dapat dipercaya kecuali dia.
Kedua, Pemilik barang (mudi’) takut barang tersebut rusak atau sia-sia jika ada pada tangannya sendiri.
2. Sunnah, jika tidak hanya tertentu padanya (penerima titipan), ada orang lain yang dapat dipercaya, dengan syarat orang yang menerima titipan percaya diri untuk amanah pada saat itu dan waktu yang akan datang.
3. Mubah, jika orang yang menerima titipan merasa tidak percaya pada dirinya untuk bersikap amanah dan hal itu sudah diketahui oleh orang yang menitipkan.
4. Makruh, jika orang yang menerima titipan merasa tidak percaya pada dirinya untuk bersikap amanah pada masa yang akan datang (mustaqbal), dan hal itu tidak diketahui oleh orang yang menitipkan.
5. Haram, jika orang yang menerima titipan yakin dirinya akan berkhianat pada saat itu dan hal itu tidak diketahui orang yang menitipkan.
Dan haram juga menerima titipan bagi orang yang tidak dapat menjaga barang barang titipan.
Kewajiban bagi orang yang menerima titipan
Apabila seseorang menerima titipan (wadi’ah) maka ia wajib menjaganya dalam tempat penyimpanan (penjagaan) sejenisnya.
Penjagaan atau penyimpanan barang titipan berbeda-beda sesuai dengan harta barang titipan, tempat (daerah) dan kekuatan sulthan (keamanan Negara).
Apabila orang yang menerima titipan ceroboh dan meletakkan wadi’ah (barang titipan) pada selain tempat penjagaan sejenisnya, maka ia menanggungnya (mengganti atau memberikan ganti rugi jika ada kerusakan atau hilangnya wadi’ah).
Kekuasaan orang yang menerima titipan
Kekuasaan orang yang menerima titipan adalah kekuasaan berdasarkan kepercayaan, maka pengembalian barang (wadi’ah) dibenarkan (jika ia mengaku pengakuannya atas telah mengembalikan barang tersebut, maka pengakuannya dibenarkan..
Mengaku Sudah Mengembalikan Barang
Hukum : Apabila orang yang menerima titipan mengaku sudah mengembalikan barang titipan, maka pengakuannya diterima dengan adanya sumpah.
Kaidah: Setiap orang yang dipercaya (melakukan sesuatu berdasarkan kepercayaan) yang mengaku telah mengembalikan pada orang yang memberikan kepercayaan padanya, maka pengakuannya dibenarkan dengan disertai sumpahnya, kecuali murtahin orang yang menerima gadai dan musta’jir atau orang yang menyewa barang, pengakuannya tidak diterima, kecuali dengan menghadirkan saksi atau bukti.
Biaya pengembalian barang titipan (wadi’ah) merupakan kewajibannya malik atau pemilik barang.
Barang titipan rusak
Hukum: Apabila orang yang menerima titipan (al-wadi’) mengaku bahwa wadi’ah atau barang titipan rusak, maka :
1. Pengakuannya diterima bila ia menjelaskan penyebab rusak / hilangnya wadi’ah. Begitu juga bila ia menjelaskan penyebabnya yang samar, namun dengan bersumpah.
2. Apabila rusak / hilangnya wadi’ah karena sebab yang jelas (misalnya karena terbakar), maka :
Jika diketahui penyebabnya dan sifat umumnya serta tidak ada kecurigaan, maka pengakuannya diterima tanpa harus menghadirkan saksi dan melakukan sumpah.
Jika diketahui penyebabnya, bukan sifat umumnya, maka pengakuannya diterima serta dengan melakukan sumpah, misalnya wadi’ah hilang karena terbakar atau dirampok.
Apabila penyebabnya tidak diketahui selamanya, maka ia dituntut untuk menghadirkan saksi atau bukti atas terjadinya penyebab rusak atau hilangnya wadi’ah, kemudian pengakuannya dapat diterima dengan bersumpah.
Hal yang mengharuskan mengganti barang titipan
Kekuasaan orang yang menerima titipan (al wadi’) menjadi yad dhaman (kekuasaan berdasarkan pertanggung jawaban) apabila ia melaksanakan 10 hal dibawah ini.
1. Menitipkan barang titipan pada orang lain tanpa izin dari pemilik barang dan tanpa ada udzur dari pihak yang menerima titipan (al wadi’).
2. Bepergian dengan membawa barang titipan, padahal mampu untuk mengembalikan wadi’ah pada pemiliknya, karena keamanan terhadap wadi’ah pada saat diperjalanan itu lebih rendah daripada keamanan ketika dalam rumah (waktu mukim).
3. Memindahkan barang titipan pada tempat atau rumah lain, yang pengamanannya dibawah standart umumnya.
4. Menolak mengembalikan barang titipan tanpa ada udzur setelah pemilik barang memintanya, walaupun ia telah mencabut dari penolakan tersebut.
5. Tidak berwasiat perihal barang titipan. Artinya, ketika sedang sakit atau bepergian ia tidak berwasiat (memberikan pesan) kepada qadhi atau orang yang dapat dipercaya.
6. Tidak menolak hal-hal yang dapat merusak barang titipan misalnya tidak menjemur (mengangin-anginkan) pakaian dari bulu (wol), meninggalkan hal-hal yang dapat melindungi barang titipan dari air hujan dan sinar matahari yang dapat merusak.
7. Tidak mau mengembalikan wadi’ah tanpa ada udzur setelah pemilik barang memintanya.
8. Menelantarkan atau menyia-nyiakan barang titipan dengan membiarkannya atau melupakannya disuatu tempat.
9. Memanfaatkan wadi’ah, misalnya memakai pakaian atau menaiki kendaraan barang titipan.
10. Tidak menetapi janji dalam menjaga barang titipan, kecuali jika ingkar janji tersebut untuk menambah penjagaan barang titipan.
Begitu juga wajib menanggung (bertanggung jawab pada barang titipan) , jika wadi’ah disimpan pada suatu tempat atau pergi meninggalkan wadiah tanpa memberitahu pada orang yang dapat dipercaya yang mengawasinya.
Demikian artikel tentang pengertian wadiah dan contohnya, semoga bermanfaat.