Pengertian hiwalah secara bahasa (lughat) artinya berubah atau berpindah. Sedangkan pengertian hiwalah secara istilah (syari’at) adalah akad yang menghasilkan ketetapan perpindahan hutang dari tanggungan (seseorang) kepada tanggungan orang lain dengan menggunakan shigat. Artinya hutang yang ditanggung muhil (orang yang berhutang-memindahkan hutang) dipindahkan pada muhal ‘alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang).
Dalil Akad hiwalah
Dasar hukumnya akad hiwalah adalah Hadits Nabi SAW.
مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ، وَإذَا أُتبِعَ أحَدُكُمُ عَلى مَلِيءٍ فَلْيَتْبَعْ
Artinya: Memperlambat pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan dzalim. Jika salah seorang kalian dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka hendaklah ia beralih (diterima pengalihannya).
Dalam riwayat yang lain.
Barang siapa dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang (orang berharta), maka hendaklah ia beralih (diterima pengalihannya).
Hukum hiwalah
Hiwalah merupakan keringanan (rukhshoh), karena hiwalah termasuk menjual hutang dengan hutang yang diperbolehkan karena ada kebutuhan (hajat).
Menurut satu pendapat, hiwalah merupakan istifa’ atau pengambilan hak, yang menurut pendapat yang muʼtamad tidak menerima pembatalan.
Contoh hiwalah
Zaid mempunyai hutang 1.000 dinar terhadap umar, hutang tersebut sudah jatuh tempo, tetap dan lazim. Sedangkan Ibrahim mempunyai hutang 1.000 dinar terhadap Zaid. Kemudian Zaid berkata kepada Umar : “Saya pindahkan kepadamu 1.000 dinar yang menjadi tanggungan saya kepada Ibrahim”. Kemudian umar berkata: “Saya terima“.
Rukun hiwalah
Rukun hiwalah ada enam.
1. Muhil.
Muhil adalah orang yang melakukan hiwalah atau orang yang memindahkan hutang. Dalam contoh diatas yang menjadi muhil adalah Zaid.
2. Muhtal atau muhal.
Muhtal adalah orang yang diakadi hawalah sekaligus orang yang memberi pinjaman hutang kepada muhil. Dalam contoh diatas yang menjadi muhtal adalah ‘Amr.
3. Muhal ‘alaih.
Muhal ‘alaih adalah orang yang menerima hawalah sekaligus orang yang berhutang kepada muhil. Dalam contoh diatas yang menjadi muhal ‘alaih adalah Ibrahim.
4. Muhal ‘alaih mempunyai hutang terhadap muhil.
Dalam contoh diatas, Ibrahim mempunyai hutang terhadap Zaid.
5. Muhil mempunyai hutang terhadap muhtal.
Dalam contoh diatas, Zaid mempunyai hutang terhadap ‘Amr.
6. Sighat.
Syarat sah hiwalah
Syarat hiwalah ada enam.
1. Ada kerelaan (ridho) dari muhil. Maka tidak sah akad hiwalahnya orang yang dipaksa.
2. Muhtal menerima atau setuju akad hiwalah. Karena hak atau hutangnya muhil tidak dapat dipindahkan pada orang lain kecuali mendapat persetujuan dari muhtal (orang yang berpiutang kepada muhil). Sedangkan persetujuan (ridho) dari muhal ‘alaih (orang yang berhutang kepada muhil) tidak menjadi syarat dalam akad hiwalah.
Baca juga: rukun jual beli dalam islam
3. Hutang yang dipindah sudah tetap dan lazim. Artinya, hutang yang akan di pindahkan harus hutang yang sudah ada (wujud). Maka tidak sah akad hiwalah untuk hutang belum wujud.
Maksud hutang yang lazim adalah hutang yang tidak dapat gugur. Hutang tersebut hanya dapat dihapuskan dengan pelunasan atau penghapusan.
Maka dikecualikan upah atau komisi dari akad ju’alah (sayembara/janji memberi hadiah) dan cicilan akad kitabah (akad memerdekakan budak dengan cara menyicil pada majikannya).
4. Dua hutang yang dipindahkan sama. Hutangnya muhil kepada muhtal dan hutangnya muhal ‘alaih kepada muhil harus sama jenisnya, ukurannya, sifatnya, jatuh temponya dan baik buruknya (pecah atau tidak). Maka akad hiwalah hukumnya tidak sah, jika jenisnya tidak sama, misalnya emas dan perak, atau nilainya tidak sama, misalnya 10 dan 5, atau sifatnya tidak sama, misalnya barang yang baik dan barang yang pecah, atau jatuh temponya tidak sama, misalnya yang satu sudah jatuh dan yang lain belum jatuh tempo. tempo
5. Mengetahui kadar dan sifatnya barang yang akan di pindahkan.
6. Hutang yang boleh ditukarkan. Maka menukarkan hutang dalam akad salam dan modalnya hukumnya tidak sah, karena tidak dapat dipertukarkan.
Penting! Muhtal tidak boleh kembali (ruju’) kepada muhil, jika muhal ‘alaih tidak membayar hutang karena selalu menunda-nunda, karena miskin (tidak mampu) atau karena menentang pembayaran hutang.
Manfaat akad hiwalah
1. Muhil terbebas hutang dari muhtal.
2. Muhal ‘alaih terbebas hutang dari muhil.
3. Haknya muhtal berpindah dari tanggungannya muhil ke tanggungannya muhal ‘alaih. Sebagaimana keterangan dari pengarang kitab “Shofwatuz Zubad”.
Adapun syarat hiwalah adalah wujudnya kerelaan muhil (pihak yang melimpahkan hutang) dan muhtal (orang yang mempunyai hak hutang yang ditanggung muhil), kedua hutang sudah tetap dan sesuainya dua hutang.
Dalam jenisnya, kadarnya, (kontan) dan temponya, (utuh) dan pecahnya, dengan akad hawalah muhil terbebas dari tanggungan hutangnya (terhadap muhtal).