Pengertian Darah Istihadhah dan Macamnya – Pengertian darah Istihadhah adalah darah yang keluar melebihi masa maksimal haid dan maksimal nifas, atau darah yang keluar pada waktu selain hari-hari keluarnya haid dan nifas.
7 Macam Wanita Istahadhah
Penting bagi seorang wanita mengetahui tujuh macam istihadhah. Apabila tidak, tentu akan terjadi banyak kesalahan dalam menghitung masa haid dan masa suci. Tentu hal ini juga akan berpengaruh pada shalat dan puasa yang ia jalani. Berikut adalah 7 macam wanita mushtadhah.
Mubtadi’ah mumayyizah
Maksud mubatadi’ah adalah wanita yang pertama kali mengeluarkan darah dan belum pernah mengalami haid sebelumnya. Maksud mumayyizah adalah wanita yang mengeluarkan darah dalam dua sifat, sifat kuat dan sifat lemah seperti merah dan hitam. Hukum darah pada mubtadi’ah mumayyizah adalah darah kuat hukumnya haid dan yang lemah hukumnya istihadhah.
Contohnya: Ada seorang wanita berkata: “Aku mengeluarkan darah pertama kali selama 20 hari secara terus menerus, 3 hari berupa darah hitam (kuat) dan 17 hari warna merah (lemah)”. Maka kita hukumi wanita tersebut, mengalami haid selama 3 (tiga) hari dan istihadhah selama 17 hari.
Syarat mumayyizah ada 4:
- Darah kuat tidak kurang dari minimal masa haid, yaitu sehari semalam.
- Darah kuat tidak lebih dari maksimal masa haid, yaitu 15 hari 15 malam.
- Darah lemah tidak kurang dari minimal masa suci yaitu 15 hari 15 malam.
- Darah lemah keluar secara terus menerus/ bersambung.
Mubtadi’ah ghairu mumayyizah
Yaitu wanita yang mengeluarkan darah dalam satu sifat, semisal semuanya berwarna merah, begitu juga wanita yang tidak memenuhi syarat-syarat mumayyizah.
Hukum wanita ini adalah sehari semalam adalah haid dan 29 hari adalah suci. Hal ini jika mengetahui mulainya keluar darah. Jika tidak tahu, maka dihukumi mutahayyirah dan akan dijelaskan di belakang.
Mu’tadah mumayyizah
Yaitu wanita wanita yang mengalami istihadhah dan sebelumnya sudah pernah mengalami haid dan suci. Hukumnya yang dijadikan pedoman adalah perbedaan sifat darah (sebagaimana mubtadi’ah mumayyizah) meskipun berbeda dengan kebiasan haid dan suci yang pernah ia alami.
Contoh: Wanita berkata: “Pada bulan sebelum akhir (bulan sebelumnya) saya mengalami haid selama 5 hari dari awal bulan dan sisanya dalam keadaan suci. Pada bulan terakhir (bulan sekarang) saya mengeluarkan darah selama 25 hari, 10 hari berwarna hitam dan 15 hari berwarna merah”.
Maka kita hukumi bahwa wanita tersebut mengalami haid selama 10 hari pertama. Karena perbedaan sifat itu sangat nampak, sehingga statusnya lebih kuat daripada berpedoman pada kebiasaan yang pernah ia alami. Dan juga karena perbedaan sifat itu adalah tanda pada darah, sedangkan kebiasaan hanya tanda pada yang mengalaminya.
Mu’tadah ghairu mumayyizah dzakirah Li adatiha qadran wa waqtan
Artinya” wanita yang ingat akan kebiasaan masa haidnya, baik mulai keluar dan lamanya. Hukumnya dikembalikan pada kebiasaannya mulai dan lamanya, yaitu kita menghukumi sesuai kebiasaan yang telah ia alami. Kebiasaan yang dijadikan pedoman adalah yang ia alami terakhir.
Contoh: Seorang wanita berkata bahwa ia mengalami haid pada bulan sebelumnya selama tujuh hari, kemudian pada bulan sekarang darah keluar selama tujuh belas hari dan tidak bisa membedakan warna darah, yaitu darah yang keluar hanya satu sifat saja.
Baca : pengertian darah haid
Maka kita hukumi wanita tersebut mengalami haid selama 7 hari sesuai dengan bulan sebelumnya, karena itulah kebiasaannya yang terakhir yang dijadikan sebagai pedoman. Sedangkan 10 hari sisanya adalah darah istihadhah.
Mu’tadah ghairu mumayizah nasiyah li adatiha qadran wa waqtan
Artinya: wanita yang lupa akan kebiasaan haid dan sucinya, baik mulai dan lamanya (mutahayyirah).
Contoh: Seorang wanita mengeluarkan darah selama 20 hari dengan satu sifat dan ia lupa kebiasaan haidnya, apakah awal, tengah, atau akhir bulan.
Maka wanita tersebut hukumnya seperti wanita haid dalam hal keharaman berhubungan badan antara pusar dan lutut, haram membaca al-Qur`an di luar shalat, haram memegang dan membaca Mushhaf, berdiam diri dalam masjid dan lewat dalam masjid jika khawatir menajiskan.
Dan hukumnya seperti wanita suci dalam hal shalat, puasa, thawaf, cerai, dan i’tikaf. Dan wajib melakukan mandi setiap hendak melakukan fardhu.
Mu’tadah ghairu mumayyizah dzakirah li adatiha qadran la waqtan
Artinya: wanita yang ingat akan kebiasaan lama haidnya namun lupa mulai dan batas akhirnya.
Contoh: Seorang wanita berkata: “Dalam sebulan aku haid selama lima hari pada sepuluh hari pertama, namun aku tidak ingat permulaannya, tapi saya ingat betul bahwa hari pertama itu saya suci. Dan pada bulan sekarang aku mengeluarkan darah sebulan penuh.”
Maka hukum wanita tersebut adalah hari ke enam haid dengan yakin, hari pertama suci dengan yakin sebagaimana 20 hari yang tersisa. Hari kedua sampai kelima mungkin haid mungkin suci, begitu juga hari ketujuh sampai ke sepuluh. Sehingga masa yang mungkin haid dan suci hukumnya seperti mutahayyirah yang telah dijelaskan.
Mu’tadah ghairu mumayyizah dzakirah waqtan la qadran
Artinya: wanita yang ingat akan kebiasaan mulai haidnya, namun lupa berapa lama masanya.
Contoh: Seorang wanita berkata: “Aku haid pada awal bulan, namun aku lupa berapa lamanya. Dan pada bulan sekarang aku mengeluarkan darah sebulan penuh.”
Hukum wanita ini adalah hari pertama dihukumi haid secara pasti begitu juga separuh yang kedua dari bulan ini (hari 16 s/d hari 30), sedangkan diantara keduanya (hari kedua hingga hari kelima belas) mungkin haid mungkin suci. Dan masing-masing memiliki hukumnya sendiri-sendiri.
Adapun wanita yang mengalami istihadhah nifas, maka hukumnya seperti wanita haid yang mengalami istihadhah.
Hukum yang Umum bagi Wanita Istahadhah
Wanita mustahadhah berbeda dengan wanita yang haid dan nifas. Yaitu, bagi mustahadhah wajib untuk melaksanakan shalat, dan hukum shalat nya SAH dan tidak wajib meng-qadha nya. Ketika masuk bulan Ramadhan, maka ia harus berpuasa.
Dan bagi suami boleh bersetubuh dengan istrinya yang mengalami istihadhah meskipun saat darah mengalir.
Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan Wanita Mustahadlah Ketika Hendak Melaksanakan Shalat
1. Wajib bersuci dari najis, baik darah atau yang lainnya.
2. Wajib menyumbat tempat keluarnya darah dengan kapas atau sejenisnya, kecuali terasa sakit atau dalam keadaan puasa, karena penyumbatan tersebut dapat membatalkan puasa. Jika disumbat saja tidak bisa, maka harus diikat juga.
3. Setelah itu wajib segera melaksanakan wudhu. Wudhu harus setelah masuknya waktu shalat dan dengan terus menerus (muwalah)
4. Setelah itu wajib segera melaksanakan shalat, tidak boleh menunda-nunda kecuali ketika ada kemaslahatan shalat seperti menjawab: adzan, shalat sunnah qabliyah dan menanti jama’ah.
Demikian ulasan singkat tentang Pengertian Darah Istihadhah dan macam istihadhah. Semoga bermangaat.