Pengertian wakalah secara bahasa (lughat) artinya penyerahan, pendelegasian atau pemberian kuasa. Orang Arab berkata : “saya menyerahkan perkara saya kepada mu”. Sedangkan pengertian wakalah secara istilah (syara’) adalah penyerahan seseorang terhadap sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dan bisa untuk digantikan, kepada orang lain dengan menggunakan sighat, tidak untuk dikerjakan setelah kematiannya orang yang memberi mandat.
Penjelasan pengertian wakalah
Penyerahan seseorang artinya perwakilan atau pemberian mandat (kuasa) dari seseorang. Sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri artinya, Muwakkal fih adalah perkara yang boleh ia kerjakan sendiri.
Oleh sebab itu, tidak boleh mewakilkan suatu perkara yang ia sendiri tidak boleh melakukan.
Bisa digantikan kepada orang lain : terkecuali beberapa ibadah, maka tidak boleh mewakilkan hal tersebut, misalnya shalat. Kecuali tiga ibadah, yaitu :
- Haji dan umrah dari orang yang lemah atau sudah meninggal.
- Membagikan zakat.
- Menyembelih hewan qurban.
Dengan menggunakan shigat: artinya harus ada ijab dan qabul dari kedua pihak yang mewakilkan dan wakil.
Tidak untuk dikerjakan setelah kematiannya maka terkecuali wasiat.
Wasiat adalah penyerahan seseorang terhadap orang lain, agar ia melakukan suatu pekerjaan setelah kematiannya, yaitu mentasarufkan terhadap harta anak-anaknya atau agar ia melunasi hutangnya.
Itulah pengertian wakalah, sekarang kita akan mempelajari hal yang berkaitan dengan wakalah….
Hukum Wakalah
Hukum wakalah ada lima.
- Wajib
- Sunnah
- Makruh
- Mubah
- Haram
1. Wajib. Yaitu jika untuk menolak madlorot yang menimpa muwakkil terpaksa harus mewakilkan. Seperti orang yang dalam keadaan terpaksa mewakilkan pada seseorang untuk membeli makanan yang dia tidak mampu membelinya.
2. Sunnah. Bila dalam wakalah (pemberian kuasa) terdapat sesuatu untuk kebaikan.
3. Makruh. Yaitu jika dalam wakalah (pemberian kuasa) terdapat sesuatu yang bersifat makruh.
4. Haram. Yaitu apabila dalam wakalah terdapat sesuatu yang haram.
5. Mubah. Yaitu jika muwakkil (orang yang mewakilkan) tidak memerlukan perwakilan (wakalah) dan wakil meminta untuk mewakili tanpa ada tujuan yang jelas.
Hukum Menerima Wakalah
Hukum untuk menjadi wakil (menerima amanah untuk menjadi wakil) adalah sunnah, jika ada kebutuhan terhadap wakalah dan untuk melakukan kebaikan pada orang lain.
Dalil Akad Wakalah
Dasar hukumnya akad wakalah adalah firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 35.
فابعثوا حكما من أهله وحكما من أهلها
Artinya: Maka kirimlah seorang hakam (wakil) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.
Menurut pendapat yang mu’tamad, dua hakam yang disebut dalam ayat adalah dua wakil, bukan dua hakim.
Dan Hadits Nabi SAW.
بعث النبي صلى الله عليه وسلم الشعاة لأخذ الزكاة ووكل صلى الله عليه وسلم غزوة بن أبي الجعد وحكيم بن حزام في شراء الأضحية
Artinya: Nabi SAW mengutus para petugas zakat untuk menarik zakat, dan Nabi SAW mewakilkan pada ‘Urwah ibn Abil Ja’di dan Hakim ibn Hizam untuk membeli hewan qurban.
Rukun Wakalah
Rukun wakalah ada empat.
- Wakil (orang yang menerima kuasa/mandat).
- Muwakkil (orang yang menyerahkan kuasa/mandat)
- Muwakkal fih (perkara yang diwakilkan).
- Shigat.
Contoh Wakalah
Zaid berkata kepada Umar : “Saya wakilkan / saya kuasakan padamu dalam menjual rumahku“.
Kemudian Umar menjawab “Saya terima“, atau Umar diam (tidak menjawab).
Dalam akad wakalah tidak ada syarat harus qobul atau shigat penerimaan yang menjadi syarat adalah tidak ada penolakan dari pihak yang akan menjadi wakil.
Setelah terjadinya akad wakalah, hukum-hukum dalam yang dikuasakan terkait langsung dengan wakil.
Misalnya berhak melihat barang yang dijual, akad bai’ menjadi tetap dengan meninggalkan majlis.
Membatasi Waktu Dan Ta’liq Dalam Wakalah
Boleh untuk membatasi waktunya wakalah, dan tidak boleh men-ta’liq (menggantungkan) akad wakalah.
Contoh membatasi waktu wakalah. Muwakkil berkata: “Saya kuasakan padamu untuk menjual barang ini dalam waktu satu bulan“. Contoh ta’liq terhadap wakalah. Muwakkil berkata: “Saya kuasakan padamu untuk menjual barang ini jika telah datang bulan Ramadhan“.
Syarat Orang Mewakilkan atau Muwwakil
Syaratnya muwakkil adalah sah atau boleh melakukan pada Muwakkal fih.
1. Boleh (sah) melakukan tasaruf pada perkara yang ada izin padanya.
2. Tertentu.
Apabila muwakkil berkata: “Saya wakilkan pada salah satu dari kalian“, maka hal itu hukumnya tidak sah.
Kaidah:
Setiap perkara yang boleh (sah) dikerjakan oleh diri sendiri, maka ia boleh mewakilkan perkara tersebut pada orang lain, dan boleh menjadi wakil dari orang lain dalam perkara tersebut.
Contoh, akad jual beli. Apabila seseorang boleh melakukan jual beli untuk dirinya sendiri, maka ia boleh mewakilkan akad jual beli pada orang lain, dan boleh menjadi wakil dalam jual beli dari orang lain.
Mafhum Kaidah
Perkara yang seseorang tidak boleh mengerjakan untuk dirinya sendiri, maka ia tidak boleh mewakilkan perkara tersebut pada orang lain, dan ia tidak boleh menjadi wakil dari orang lain dalam perkara tersebut.
Hal yang dikecualikan dari mafhum kaidah.
Ada beberapa masalah yang seseorang tidak boleh melakukan untuk dirinya sendiri, namun ia boleh mewakilkan pada orang lain dan boleh menjadi wakil dari orang lain, yaitu :
1. Orang buta. Ia tidak boleh menjual atau membeli suatu barang, namun ia boleh mewakilkan akad jual maupun beli pada orang lain.
2. Orang yang sedang Ihram. Orang yang ihram tidak boleh melakukan akad nikah untuk dirinya sendiri, namun boleh mewakilkan pada orang yang tidak ihram untuk akad nikah.
3. Anak kecil. Ia boleh menjadi wakil untuk mengantarkan hadiah, dan memberi izin masuk kedalam rumah, dengan syarat ia dapat dipercaya sekiranya tidak terbiasa bohong. Namun ia tidak dapat mewakilkan pada orang lain.
4. Wanita. Dalam masalah “thalaq” wanita tidak mempunyai hak menceraikan. Dan boleh bagi laki-laki untuk mewakilkan pada saudara perempuannya, ibunya, atau perempuan manapun untuk menceraikan istrinya (laki-laki). Artinya, wanita tidak dapat menceraikan (suami) untuk dirinya sendiri, namun boleh menjadi wakil untuk menceraikan istri seseorang.
5. Orang Safih dan Budak. Safih (orang bodoh) dan budak boleh menjadi wakil dalam “qabul” nikah tanpa izin dari walinya dan majikannya, namun tidak boleh menjadi wakil dalam “ijab” nikah.
Manthuq Kaidah
Perkara yang seseorang boleh untuk mengerjakan sendiri, maka ia boleh mewakilkan perkara tersebut pada orang lain. Yang Dikecualikan Dari Manthuq Kaidah. Ada beberapa masalah yang dikecualikan dari manthuq kaidah tersebut. Artinya, boleh bagi seseorang untuk melakukan untuk dirinya sendiri, dan tidak boleh mewakilkan pada orang lain. Terkecualikan empat hal :
1. Ad Dzafir (orang yang menolong). Boleh untuk merusak pintu dan menembus dinding, dan tidak boleh mewakilkan hal itu pada orang lain.
2. Wakil yang mampu. Wakil tidak boleh mewakilkan (pada orang lain) perkara yang dia sendiri mampu dan layak mengerjakannya, tanpa seizin dari muwakkil (orang yang memberi kuasa padanya).
3. Budak yang mendapat izin untuk dagang. Budak tersebut boleh bertasaruf dan berdagang dengan dirinya sendiri, dan tidak boleh mewakilkan pada orang lain.
4. Orang safih (bodoh) yang mendapat izin menikah. Dia boleh melakukan akad nikah dengan dirinya sendiri, dan tidak boleh mewakilkan pada orang lain.
Hal yang membatalkan wakalah
Hal-Hal yang membatalkan wakalah ada sepuluh.
1. Membatalkan akad, pecat, mengundurkan diri. Wakalah adalah akad yang jaiz (tidak tetap) dari kedua pihak, pihak wakil dan pihak muwakkil. Masing-masing boleh untuk membatalkan atau merusak akad kapanpun dia satu hal. Yaitu, wakil tidak boleh kecuali mengundurkan diri jika berakibat rusak atau hancurnya harta yang di amanahkan padanya (dalam kuasanya)
2. Meninggal dunia (salah satu dari wakil atau muwakkil).
3. Gila (salah satu dari wakil atau muwakkil).
4. Epilepsi (ayan). Jika wakil sengaja mabuk agar dapat lepas dari wakalah, maka hal itu tidak menyebabkan batalnya wakalah. Dan jika tidak sengaja, maka dapat menyebabkan batalnya akad wakalah.
5. Menjadi budak. Misalnya wakil kafir harbi (yang memusuhi Islam), kemudian kalah perang dan jadi budak.
6. Tercegah bertasaruf karena safih (bodoh).
7. Tercegah bertasaruf karena bangkrut (pailit). Hanya wakalah pada hal-hal yang tidak dapat diteruskan.
8. Fasiq. Hanya pada wakalah yang mensyaratkan mempunyai sifat adil, seperti pernikahan.
9. Hilangnya kepemilikan muwakkil dari tempat tasarufnya wakil. Seperti muwakkil telah menjual, mewaqafkan atau menyewakan pada Muwakkal fih.
10. Sengaja ingkar terhadap wakalah, tidak batal wakalah sebab lupa terhadap wakalah.
Berbagai masalah dalam wakalah
1. Tanggung jawab wakil: Apabila harta rusak apakah wakil harus menanggungnya..?
Wakil adalah orang yang dipercaya, mandatnya berdasarkan kepercayaan, maka wakil tidak menanggung apapun dari perkara yang dikuasakan padanya, kecuali jika wakil teledor atau ceroboh.
Kecerobohan wakil tidak membatalkan akad wakalah, setelah melakukan kecerobohan ia tetap dapat bertasaruf, selama masih mendapat izin maka ia tidak dipecat.
Salahsatu kecerobohan wakil adalah ia mengabaikan Muwakkal fih padanya dan ia tidak tahu bahwa ia telah mengabaikan, atau ia meletakkan harta di suatu tempat kemudian ia lupa tempat meletakkan harta tersebut.
2. Wakalah (perwakilan) harus jelas, walaupun hanya dari satu sisi. Maka akad wakalah batal jika Muwakkal fih tidak jelas (majhul).
Contoh wakalah yang jelas dari satu sisi : “Saya kuasakan (wakilkan) padamu dalam menjual semua hartaku“.
Contoh wakalah yang tidak jelas (majhul) : “Saya kuasakan (wakilkan) padamu dalam semua urusanku“.
3. Muwakkil dalam akad wakalah terhadap wakil boleh dengan ucapan berikut ini : “Jualkanlah barang ini dengan harga berapapun yang engkau mau“. Berarti wakil boleh menjual walaupun banyak kerugian, tapi ia tidak boleh menjual dengan tempo atau dengan selain mata uang dalam Negara tersebut.
Atau “Jualkanlah barang ini dengan barang apapun yang engkau mau“. Berarti wakil boleh menjual dengan selain mata uang dalam Negara tersebut, tapi tidak boleh menjual dengan banyak kerugian dan tidak boleh tempo (harus kontan).
Atau “Jualkanlah barang ini dengan cara apapun yang engkau mau“. Artinya, wakil boleh menjual dengan tempo (tidak kontan), tapi tidak boleh menjual dengan banyak kerugian dan dengan selain mata uang dalam Negara tersebut.
“Jualkanlah barang ini dengan barang yang mahal dan murah“. Artinya, wakil boleh menjual dengan penukar barang / harta, boleh banyak kerugian, namun tidak boleh tempo (harus kontan).
4. Syarat wakalah mutlak dalam jual beli, seperti “Saya wakilkan padamu dalam menjual barang ini“.
Apabila wakalah dalam jual beli dengan cara mutlak (tanpa qoyyid), maka wakil boleh menjual dan membeli dengan 3 (tiga) ketentuan.
- Menjual dengan harga sepadan, tidak boleh dengan harga yang rugi besar.
- Dengan kontan (tunai), tidak boleh tempo (menunda pembayaran).
- Dengan mata uang Negara.
5. Masalah: Apabila wakil mendapat mandat untuk menjual bajunya muwakkil (orang yang mewakilkan), kemudian wakil menjual baju pada dirinya sendiri (wakil membeli baju itu). Apakah hal tersebut sah?
Menurut pendapat mu’tamad, menjual pada dirinya sendiri (wakil), hukumnya tidak sah, walaupun mendapat izin dari muwakkil, karena yang ijab dan qabul atau yang menjual dan membeli jadi satu orang.
Baca juga: rukun jual beli dalam islam
6. Tidak sah bagi wakil menjual muwakkal fih padanya pada orang yang dibawah kuasanya, misalnya kepada anaknya yang masih kecil, orang gila, orang safih yang terlarang tasaruf sejak anak- anak.
7. Tidak sah mewakilkan dalam hal iqrar (pengakuan), sumpah, nadzar, menggantungkan thala’ dengan suatu sifat, li’an, ibra’ (pembebasan), syahadah (kesaksian), ila’ dan dzihar.
8. Jika seseorang mengaku bahwa ia wakilnya Zaid, maka pengakuannya tidak dibenarkan kecuali ada saksi/bukti yang menjelaskan bahwa ia adalah wakil Zaid. Dan boleh bermu’amalah dengan orang yang mengaku sebagai wakil tersebut, jika mempercayainya dalam hati.
Demikian artikel tentang pengertian wakalah, rukun wakalah, syarat wakalah. semoga bermanfaat. Jika anda merasa artikel tentang pengertian wakalah ini bagus, silahkan share kepada teman anda.