Jika Khatib Batal Wudhu Saat Khutbah, Harus Bagaimana?

Diposting pada

Khatib batal saat khutbah – Menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi’i, salah satu syarat khatib jumat adalah suci dari hadas kecil dan besar. Oleh karena itu, khutbah tidak sah jika dilakukan oleh khatib yang berhadats.

Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani berkata:

اَلثَّانِيْ مِنْ شُرُوْطِ الْخُطْبَتَيْنِ الطَّهَارَةُ عَنِ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ وَالْأَكْبَرِ خِلَافًا لِلْأَئِمَّةِ الثَّلَاثَةِ حَيْثُ قَالُوْا لَا تُشْتَرَطُ وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَنَا كَمَا فِيْ رَحْمَةِ الْأُمَّةِ وَالْجَلَالِ

Artinya: “Syarat yang kedua dari dua khutbah adalah suci dari hadats kecil dan besar. Berbeda menurut pendapat ketiga imam (Hanafi, Maliki dan Hanbali) dan satu pendapat menurut madzhab kami (Syafii), sebagaimana dijelaskan dalam Rahmat al-Ummah dan Syekh al-Jalal. (1)

 

Khatib Batal Saat Khutbah

Pertanyaannya kemudian, jika khatib berhadats pada saat khutbah, maka apa yang harus dilakukan Khatib?

a. Apakah harus wudhu lagi dan kemudian meneruskan khutbah atau diganti?
b. Jika khatib diganti, apakah harus mengulangi khutbah dari awal atau meneruskan khutbah?

Berikut penjelasannya…

 

Mengganti Khatib Jumat

Khatib yang batal saat menyampaikan khutbah boleh diganti oleh salah satu jamaah yang hadir.

Dan khatib pengganti boleh melanjutkan bacaan khatib sebelumnya, selama tidak ada jarak pemisah yang lama menurut standar umum (‘urf) antara bacaan khatib pertama dan kedua.

Namun apabila melewati pemisah yang lama, maka khatib pengganti harus memulai lagi khutbah dari awal. Hal ini telah disampaikan oleh Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani.

وَمَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَثْنَاءِ الْخُطْبَةِ أَوْ بَعْدَهَا وَاسْتَخْلَفَ قَبْلَ طُوْلِ الْفَصْلِ مَنْ يَبْنِيْ عَلَى فِعْلِهِ مِمَّنْ حَضَرَ جَازَ

Artinya: “Khatib yang berhadas di tengah-tengah khutbah atau sesudahnya dan menggantikannya dengan jamaah yang hadir dan dia melanjutkan membaca khutbahnya sebelum melewati pemisah yang lama, maka hukum nya boleh.”(2)

Dalam keterangan lain, Syekh Abu Bakr bin Syatha mengatakan:

وَلَوْ أَحْدَثَ فِيْ أَثْنَاءِ الْخُطْبَةِ وَاسْتَخْلَفَ مَنْ حَضَرَ جَازَ لِلثَّانِيْ الْبِنَاءُ عَلَى خُطْبَةِ الْأَوَّلِ

Artinya: “Apabila khatib berhadats di pertengahan khutbahnya dan ia mengganti dirinya dengan jama’ah yang hadir, maka boleh bagi khatib kedua (pengganti) meneruskan khutbah yang telah disampaikan oleh khatib pertama”. (3)

Ibnu Hajar Alhaitami dalam kitab Minhajul Qawim berkata:

فلو أحدث في الخطبة استأنفها وإن سبقه الحدث وقصر الفصل

Artinya: “Apabila khatib batal ketika khutbah, maka setelah ia wudlu wajib mengulangi lagi khutbah nya dari awal. Kondisi ini sama dengan batal dalam shalat. Yaitu setelah wudhu wajib mengulangi lagi sholat nya dari awal.

بخلاف ما لو أحدث بينهما وبين الصلاة وتطهر عن قرب

Artinya: “Lain hal nya jika batal wudlu di antara dua khutbah atau antara dua kuthbah dengan sholat, maka khatib boleh wudhu terlebih dahulu lalu melanjutkan nya. Hanya saja waktu untuk wudhu nya tidak terlalu lama (kurang lebih ukuran dua rakaat sholat), hal ini untuk mengantisipasi agar tidak sampai menghilangkan muwalah (terus menerus) yang merupakan syarat sah khutbah.

 

Khatib Jumat Meneruskan Khutbah

Namun, jika tidak berniat menggantinya dengan khatib lain, maka setelah khtaib kembali bersuci, khatib tersebut harus mengulang khutbahnya dari awal, meskipun ia kembali dalam waktu singkat. Karena khutbah merupakan bentuk kesatuan ibadah, maka tidak bisa dilakukan dengan dua kali bersuci.

Syekh Abu Bakr bin Syatha mengatakan:

وَشُرِطَ فِيْهِمَا طُهْرٌ فَلَوْ أَحْدَثَ فِي الْخُطْبَةِ اِسْتَأْنَفَهَا وَإِنْ سَبَقَهُ الْحَدَثُ وَقَصُرَ الْفَصْلُ لِأَنَّهَا عِبَادَةٌ وَاحِدَةٌ فَلَا تُؤَدَّى بِطَهَارَتَيْنِ كَالصَّلَاةِ

Artinya: “Disyaratkan dalam dua khutbah suci dari hadats. Jadi, jika khatib berada di tengah khotbah, ia wajib mengulangi khotbahnya (setelah bersuci), meskipun ia tidak sengaja memiliki hadats dan pemisahnya  hanya sebenar. Karena khutbah merupakan bentuk kesatuan ibadah, sehingga tidak bisa dilakukan dengan dua penyucian seperti shalat. (4)

 

  1. Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani, Fath al-‘Alam, 1990 [Kairo: Dar al-Salam], cetakan keempat, juz III, halaman 62).
  2. Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani, Fath al-‘Alam, juz.3, p.63, Dar al-Salam-Cairo printing, edisi keempat 1990).
  3. Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani, Fath al-‘Alam, 1990 [Kairo: Dar al-Salam], cetakan keempat, juz III, halaman 62).
  4. Syekh Abu Bakar bin Syatha, I’anah al-Thalibin, juz.2, p.69, cetak al-Haramain-Surabaya, tidak bertanggal).

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/85334/saat-khatib-kentut-di-tengah-khutbah-lalu-bagaimana