Seluruh wanita dewasa (mukallaf) dihimbau untuk menghadiri perayaan salat Idul Fitri bersama seluruh masyarakat.
Perayaan ini untuk memberikan kesempatan kepada perempuan untuk membaca takbir bersama, sholat, berdoa, mendengar khotbah, menerima berkah, dan menyaksikan semua momen kebahagiaan yang hanya setahun sekali.
Selain itu, seruan ini juga menjadi kesempatan bagi perempuan untuk berbuat kebaikan kepada masyarakat luas sebagai khalifah fil ardh.
Ajakan ini berdasarkan pada berbagai hadits shahih yang secara jelas dan tegas menganjurkan para wanita untuk menghadiri shalat Idul Fitri.
Islam Memanggil Perempuan Menghadiri Shalat Idul Fitri
Salah satu teks hadits tersebut adalah riwayat Imam Bukhari berikut ini:
Artinya, Dari Ummu ‘Athiyah ra berkata: “Kami (para wanita) diperintahkan (Nabi) untuk keluar (dari rumah) pada hari raya, maka kami juga mengundang para perawan yang sedang dipingit dan mereka yang sedang menstruasi. juga, kemudian mereka akan di belakang jamaah, berpartisipasi dalam takbir dan berdoa bersama mereka, berharap untuk berkah dan kesucian hari raya, “(Sahih Bukhari, no. 979).
Baca juga: Tata Cara Sholat Idul Fitri
Riwayat Lain: “Kami ( semua wanita) diperintahkan untuk keluar dari rumah, dan kami juga mengundang wanita yang sedang menstruasi, yang muda, dan yang sedang dipingit. Namun bagi yang sedang haid hanya menghadiri dan berdoa secara berjamaah, serta menjauhi tempat shalatnya” (Sahih Bukhari, no. 989).
Teks ini, dengan jelas menyebutkan kata-kata perempuan perawan (al-bikr), muda (‘awatiq), dan bahkan mereka yang sedang dipingit (dzawat al-hudur), juga diminta untuk menghadiri shalat Idul Fitri.
Dengan demikian, semua wanita, tanpa kecuali, adalah sunnah untuk menghadiri shalat Idul Fitri.
Dengan kejelasan nash ini, sebenarnya bagi perempuan tidak ada penjegahan untuk menghadiri shalat Idul Fitri dengan alasan fitnah (tubuh).
Argumen fitnah (tubuh) perempuan tidak berdasar. Salah satunya karena Al-Qur’an sendiri menganjurkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga diri, bukan hanya laki-laki atau perempuan. Laki-laki agar menjaga matanya agar tidak tergiur fitnah perempuan, sebagaimana perempuan juga menjaga mata agar tidak tergoda fitnah laki-laki (QS. An-Nur, 24:30).
Artinya, anggapan fitnah ada pada laki-laki dan juga pada perempuan, sehingga keduanya harus bisa untuk menjaga diri.
Ketika Nabi (SAW) dengan jelas menganjurkan agar laki-laki dan perempuan menghadiri shalat Idul Fitri, dan Al-Qur’an meminta keduanya untuk saling melindungi dari fitnah, maka tidak berdasar jika keharamana tersebut hanya untuk perempuan demi kemaslahatan laki-laki saja yang bisa sholat Idul Fitri dengan bebas.
Oleh karena itu, dalil fitnah (tubuh) perempuan tidak dapat membatalkan perintah umum teks hadits tersebut. Selain itu, fiqh juga memiliki konsep mashlahah atau kemaslahatan, dalam mempertimbangkan suatu keputusan hukum fiqh.
Artinya, dari segi hukum salat Idul Fitri perempuan, penting untuk mempertimbangkan sejauh mana dapat membawa kemaslahatan bagi perempuan, serta sejauh mana perempuan dapat berpartisipasi membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas.
Rumusan kemaslahatan ini setidaknya ada lima (al-kulliyat al-khamsah). Yakni yang berkaitan dengan jiwa dan kehidupan (hifz an-nafs), akal dan ilmu (hifz al-‘aql), kekayaan dan ekonomi (hifz al-mal), keluarga (hifz an-nas), dan agama (hifz ad-din).
Di NU sendiri, manfaat lain telah berkembang, yaitu kebangsaan (hifz al-wathan), lingkungan (hifz al-bi’ah), dan perdamaian dunia (hifz as-salam).
Subyek rumusan ini tentu saja laki-laki dan perempuan. Dengan rumusan ini, kita harus mengupayakan agar laki-laki dan perempuan mendapatkan manfaat melalui keterlibatannya dalam urusan publik seperti shalat Idul Fitri.
Selain menuntut agar laki-laki dan perempuan memaksimalkan potensinya untuk kepentingan umum yang lebih luas, melalui partisipasi mereka dalam shalat Idul Fitri dan urusan publik lainnya, untuk membentuk masyarakat yang khairu ummah dan bangsa yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Sumber: https://islam.nu.or.id/nikah-family/islam-calling-perempuan-menghadiri-salat-idul-fitri-9MM3e