6 Fardhu Wudhu dan Urutannya

6 Fardhu Wudhu dan Urutannya - Wudhu merupakan salahsatu bentuk bersuci dari hadas kecil. Apabila ingin melaksanakan shalat, hendaklah kita mengambil wudhu terlebih dahulu. Setidaknya ada empat angota wudhu yang harus dibasuh. Berikut adalah fardhu wudhu sesuai dengan urutannya.

6 Fardhu Wudhu dan Urutannya

6 Fardhu Wudhu dan Urutannya

Niat Wudhu

Pertama: Niat wudhu, menunaikan kefarduan wudhu, menghilangkan hadas, niat thaharah dari hadas, atau thaharah untuk menunaikan ibadah semacam shalat, yaitu ibadah yg dilakukan hanya dg wudhu, atau niat memperoleh kebolehan melakukan ibadah yg membutuhkan wudhu, misalnya shalat dan menyentuh Al-quran.

Dasar hukum tentang kewajiban niat adalah hadis: “Amal-amal itu bisa sah hanya dg niat”. Maksudnya, keabsahan amal, (bukan kesempurnaan amal) adalah dg niat.

Wajib membersamakan niat pada awal membasuh muka. Jika berniat saat membasuh muka, maka hal itu sudah mencukupi, namun wajib mengulangi basuhan yg sudah terjadi sebelum niat tersebut.

Tidak boleh niat sebelum membasuh wajah, sekira tdk bisa membersamakan niat dg sebagian dari basuhan itu. Basuhan yg bersamaan dg niat adalah disebut awal. Karena itu, terlepaslah kesunahan berkumur, jika sesuatu dari wajah ikut terbasuh bersama berkumur, misalnya merah bibir –sesudah niat–.

Yang utama, hendaknya memisah-misahkan niat. Dengan cara niat kesunahan berwudhu pada saat membasuh kedua telapak tangan, berkumur dan menyesap air ke dlm hidung, lalu niat fardu wudhu ketika membasuh wajah. Dengan demikian, tdklah terlepas keutamaan melangsungkan niat dari awal wudhu, berkumur, ‘menyesap air ke dlm hidung serta membasuh bibir luar.

Membasuh Muka

Kedua: Membasuh kulit wajah. Berdasarkan ayat: “Maka basuhlah : wajah kalian semua”.

Batas bujur wajah adalah: Antara tempat-tempat tumbuh rambut kepala yg wajar sampai bawah pertemuan dua rahang yg ujungnya masuk daerah wajah, bukan daerah yg di bawahnya dan bukan pula rambut yg tumbuh di bawahnya. Sedangkan batas lintang wajah adalah: Antara dua telinga.

Wajib membasuh rambut wajah. yaitu bulu mata, rambut pelipis (alis), kumis, kumis bawah dan jenggot –yaitu rambut pada. dagu: sedangkan dagu adalah tempat pertemuan dua rahang–, rambut ati-atis –rambut yg tumbuh di tepi (pipi) setentang telinga–, jambang, yaitu rambut yg menghubungkan antara atiati dg jenggot.

Termasuk daerah wajah, adalah bibir luar dan tempat tutup (sinome = Jawa): yaitu bagian atas kening yg ditumbuhi rambut, Menurut pendapat Ashah: Tempat tahdzif (membersihkan rambut) itu tdk masuk daerah wajah, ialah tempat di mana tumbuh rambut tipis antara pangkal ati-ati dan naz’ah (lengare = Jawa). Tidak termasuk juga puting telinga dan dua naz’ah, yaitu dua daerah yg bebas rambut kiri-kanan ubunubun, juga tempat botak, yaitu daerah menjorok di antara dua naz’ah, jika rambut terjadi kerontokan.

Bagian-bagian yg bukan termasuk wajah, sunah dibasuh.

Wajib membasuh luar dan dlm setiap rambut di daerah wajah yg telah lewat, –sekalipun lebat–, karena rambut tsb jarang sekali tumbuh lebat di sana. Tetapi tdk wajib membasuh jenggot dan jambang yg lebat.

Ketentuan lebat, adalah sekira kulit tdk tampak dari sela-sela rambutnya, ketika berada di majelis.

Wajib juga membasuh bagian yg tdk nyata basuhan keseluruhannya, kecuali dg membasuh bagian tsb. Sebab, sesuatu yg wajib jika tdk bisa sempurna kecuali dg perkara lain, maka perkara tsb ikut menjadi wajib.

Baca: perkara yang membatalkan wudhu

Membasuh tangan kanan dan kiri

Ketiga: Membasuh dua tangan, Yaitu, dari telapak tangan sampai ke siku, berdasarkan suatu ayat Alqur-an.

Perkara-perkara yg berada di daerah fardu, adalah wajib dibasuh, yaitu rambut dan kuku, sekalipun panjang.

Jika seseorang lupa membasuh anggota, lalu terbasuh ketika ketiga kalinya atau ketika mengulangi wudhu karena lupa, bukan karena memperbaharui wudhu, maka hal itu sudah mencukupi.

Mengusap kepala

Keempat: Mengusap sebagian kepala.

Imam Al-Baghawi berkata:. Seyogianya, tdklah mencukupi hanya dg kurang dari sebatas ubun-ubun–Ubun-ubun adalah tempat yg berada di antara dua : naz’ah.

Seperti halnya naz’ah, kulit bebas rambut yg berada di belakang telinga, baik berwujud kulit atau rambut, asal berada di daerah kepala, sekalipun hanya setengah helai rambut. Karena berdasarkan ayat.

Sebab, Nabi Muhammad saw. tdk pernah mengusap yg kurang dari batas ubun-ubun. Hal itu adalah riwayat dari Imam Abu Hanifah -rahimahullah-. Menurut pendapat yg masyhur dari Abu Hanifah, adalah wajib membasuh seperempat kepala.

Membasuh kaki kanan dan kiri

Kelima: Membasuh dua kaki, berikut mata kaki masing-masing, berdasarkan suatu ayat. Atau dg mengusap dua khuf, dg memenuhi syarat-syaratnya.

Wajib juga membasuh bagian dlm lubang atau sobekan pada anggota.

Jika ada semacam duri masuk ke kaki, di mana sebagian darinya tampak dari luar, maka wajib mencabut dan membasuh tempat tertusuknya, karena tempat itu dihukumi luar.

Jika seluruh duri itu masuk, maka dihukumi anggota dlm. Karena itu, wudhunya sah, dan tdk wajib membasuh dlm anggota yg tertusuk duri, walaupun terjadi bengkak pada kaki atau lainnya, selama belum pecah. 

Apabila pecah, maka wajib membasuh bagian dlmnya, selama tdk menutup kembali.

Peringatan!

Dalam masalah mandi, para ulama menyebutkan: Sungguh, diampuni bagian dlm pada ikatan-ikatan rambut, Bila mengikat dg sendirinya.

Di-ilhaq-kan (disamakan) dg masalah ini, orang yg terkena penyakit telur kutu pada pangkal rambutnya, sehingga mencegah air sampai pada kulit dan tdk mungkin membersihkannya.

Seorang guru dari guru-guru kita, yaitu Imam Zakariya Al-Anshari menjelaskan: Orang tsb tdk dapat disamakan dg .masalah ikatan rambut di atas. Akan tetapi orang yg terkena penyakit telur kutu harus tayamum.

Tetapi guru kami (Ibnu Hajar AlHaitami) yg menjadi murid beliau berkata: Pendapat yg beralasan adalah diampuni, karena ada unsur darurat.

Tertib

Keenam: Tertib, sebagaimana tsb di atas. Yaitu mendahulukan basuhan wajah, kedua tangan, kepala, lalu dua kaki, berdasarkan ittiba’ (mengikuti Nabi).

Jika orang yg berhadas menyelam, walaupun dlm air sedikit, dg niat yg benar di atas, maka cukup wudhunya, meskipun waktu untuk menyelam tsb umpama digunakan wudhu secara tertib tdk mencukupi.

Benar! Bila seseorang mandi dg menyiramkan air serta niat wudhu, maka disyaratkan benar-benar tertib. Tdklah menjadi masalah dg ketidak tahuan atas seberkas atau beberapa berkas bagian selain anggota wudhu yg tdk tersiram air, bahkan meskipun pada anggota itu terdapat penghalang air, misalnya lilin. Hal ini sebagaimana yg dijelaskan oleh guru kita (Ibnu Hajar Al-Haitami).

Bila seseorang berhadas kecil dan besar, maka sudah mencukupi mandi janabah untuk keduanya, Bila telah disertai niat wudhu. Dan tdk wajib yakin, bahwa air telah merata pada seluruh anggota tubuhnya: akan tetapi cukuplah dg suatu perkiraan saja (sebab dg adanya niat mandi, hadas kecil masuk dlm hadas besar -pen).

Cabang Masalah:

Bila yg berwudhu atau mandi ragu atas kesucian anggotanya sebelum selesai wudhu atau mandinya, maka dia harus menyucikannya, dan menyucikan anggota yg ada sesudahnya, (Bila) dinisbatkan masalah wudhu.

Atau keraguan setelah bersuci, maka hal itu tdk membawa pengaruh apa-apa.

Dan Bila keraguan itu dlm masalah niat, juga tdk apa-apa, menurut beberapa wajah pendapat, seperti yg termaktub dlm Syarah Minhaj, susunan Guru kita.

Dia berkata: Di bawah ini dapat dikiaskan hukumnya dg keraguan yg terjadi dlm masalah Fatihah sebelum rukuk. Yaitu: Apabila yg bersuci merasa ragu: apa sudah membasuh seluruh anggota atau belum, maka dia wajib mengulangi basuhan itu, atau ragu akan pemerataan basuhannya, maka dia tdk wajib mengulangi basuhannya.

Karena itu, perkataan mereka yg pertama (yg ragu atas kesucian seluruh basuhan anggota atau belum) diarahkan pada keraguan adanya basuhan, bukan pemerataan basuhan.

Lebih baru Lebih lama